Jakarta (Partaipandai.id) – Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) mengajak seluruh pelaku industri perfilman Indonesia untuk memberikan jaminan kesehatan melalui BPJS kepada pekerja atau kru film.
“Salah satu ajakan Aprofi sebenarnya mengajak semua pelaku industri perfilman kita untuk mulai membiasakan memberikan jaminan kesehatan bagi para pekerja perfilman,” kata Sekjen Aprofi Linda Gozali dalam acara Konferensi Film Nasional yang dihadiri secara daring di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut, kata Linda, menjadi perbincangan Aprofi terutama karena dipicu oleh situasi pandemi COVID-19 yang mulai terjadi di tahun 2020. Di masa pandemi, banyak produksi film yang pada akhirnya membutuhkan tes COVID-19 untuk menjamin kesehatan satu sama lain. .
Menurut Linda, memberikan jaminan kesehatan kepada kru film sebenarnya mudah dan bisa dilakukan oleh para pelaku industri selama proses produksi film, mulai dari masa persiapan produksi hingga penyelesaian produksi.
“Kesimpulannya, ini bisa dipenuhi, bisa dilakukan, dan prosesnya di masa pandemi sudah kita jalani yang kita harapkan terus ke depan untuk kebaikan bersama. Ini salah satu ajakan pertama,” ujarnya.
Baca juga: Fauzan Zidni terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia
Dalam kesempatan yang sama, Linda juga menyoroti dua hal lain terkait standar kerja di industri perfilman, yakni standar keselamatan kerja dan penerapan jam kerja bagi pekerja film.
Terkait standar keselamatan kerja, ia mengatakan saat ini belum ada standar standar keselamatan kerja yang diberlakukan di industri, setidaknya untuk menciptakan ruang kerja yang aman. Salah satu contohnya adalah standar keamanan untuk mencegah kekerasan seksual di industri perfilman.
“Ajakan Aprofi, semua pemangku kepentingan dari kepentingan industri memang perlu duduk bersama. Memang kita perlu berdiskusi bersama apa yang namanya safety safety, apa yang namanya kenyamanan untuk semua,” kata Linda.
Kemudian mengenai standar jam kerja, menurutnya standar jam kerja delapan jam sehari untuk setiap pekerja sulit diterapkan di industri perfilman. Linda mengingatkan, film adalah produk seni yang tidak bisa dipaksakan dalam waktu delapan jam untuk selesai dan sukses.
“Kalau kita melakukan semuanya sesuai standar suci delapan jam, hitungannya dari mana? Apakah hitungan mundur dimulai ketika seseorang memasuki lapangan, lalu jam mulai berdetak. Atau mulai dari direktur ke lapangan. Atau mulai dari aktor yang masuk ke lapangan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Aprofi mengajak seluruh pelaku industri perfilman untuk membahas masalah ini guna mencapai kesepakatan bersama. Hal ini, tambah Linda, juga perlu didukung oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI).
“Saya cukup yakin satu tujuan adalah mencapai kesimpulan, solusi yang jauh lebih baik,” katanya.
“Dan kemudian ini kita serahkan ke BPI, untuk pengurus BPI kemudian membawa ini ke level yang lebih tinggi sehingga bisa kita jadikan sebagai bagian dari ekosistem perfilman ke depan,” pungkas Linda.
Baca juga: Regenerasi dan pembajakan menjadi tantangan dalam industri film
Baca juga: APROFI berbicara tentang kontroversi film Naura dan Genk Champion
Baca juga: Mira Lesmana adalah penasihat Asosiasi Produser Film Indonesia
Reporter: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
HAK CIPTA © Partaipandai.id 2023