Arifah Fauzi: Pentingnya budaya tabayun dalam menyikapi narasi hoax

Terkadang Anda menjadi emosional, berbagi, berkomentar, atau membalas tanpa memikirkan dampaknya.

Jakarta (Partaipandai.id) – Sekretaris Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) Hj. Arifah Fauzi memandang penting dan esensial bagi netizen untuk bisa bersabar, teliti, dan hati-hati saat menerima informasi yang belum jelas atau hoax.

“Di era digital modern ini, biasanya ketika mendapatkan informasi atau berita, yang pertama adalah tangan, yang pertama adalah jari. Jadi, terkadang emosi, Bagikanberkomentar, atau membalas tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi,” kata Dra. Hj. Arifah Fauzi, M.Si. di Bogor, Selasa.

Menurutnya, selain teliti dan hati-hati, masyarakat juga perlu memahami dampak jika netizen secara tidak bertanggung jawab menyebarkan informasi yang tidak memiliki kebenaran dan dasar yang jelas.

“Sebagai penerima informasi atau berita, sebaiknya kita cek dulu, terutama ketika ingin membagikan berita, jadi kita harus memikirkan lebih jauh apa dampaknya bagi kita. Kalau kita tidak tahu detail informasinya, ya lebih baik tidak memberitahuBagikan. Kami bertanggung jawab atas apa yang kami Bagikan,” jelas Arifah dalam rilis BNPT ini.

Ia berpendapat bahwa sebenarnya tabayun memiliki arti penting agar masyarakat selalu membiasakan diri untuk mengklarifikasi atau mencari informasi sejelas dan sedetail mungkin karena sudah menjadi tanggung jawab masyarakat untuk meluruskan atau berbagi informasi.

“Kenapa tanggung jawabnya besar? Karena menyebarkan informasi yang belum jelas, seperti menebarkan bulu lalu mengumpulkannya kembali, tidak akan utuh lagi karena telah diterbangkan angin. Saat ditebarkan, tidak akan kembali dan Anda tidak tahu di mana bulu-bulu itu mencapainya,” katanya.

Baca juga: Kepala BNPT sebut KKB masuk kategori teroris
Baca juga: BNPT: Pentingnya muhasabah dan keteladanan Nabi dalam bangsa

Menurut perempuan yang juga aktif sebagai anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) itu, seberapa besar tanggung jawab seseorang ketika menyebarkan hoax atau informasi palsu karena yang sudah tersebar tidak bisa ditarik kembali.

Hal ini, lanjutnya, tentu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, para pembuat dan penyebar hoax harus dapat menanggung akibatnya, tidak hanya di dunia, tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan karena telah menimbulkan masalah dan kerusakan di muka bumi.

“Dalam Al-Qur’an surat Alhujurat ayat 6, dalam Islam anjuran tabayun itu sendiri sangat jelas, sangat jelas. Oleh karena itu, para ulama menyarankan untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi dengan melakukan cross check apakah sumbernya benar atau tidak. terhadap hal-hal yang tidak kita inginkan, termasuk perpecahan,” jelasnya.

Dalam Surah Alhujurat ayat 6 berbunyi: Yaaa ayyuhal laziina aamanuu in jaaa’akum faasqum binaba in fatabaiyanuuu an tusiibuu qawmam bijahalatin fatusbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimiinyang artinya “Hai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu dengan membawa berita, maka periksalah kebenarannya agar kamu tidak merugikan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang pada akhirnya kamu akan menyesali perbuatanmu.”

Untuk itu, ia kembali mengingatkan tentang pentingnya membangun kesadaran bersama, membudayakan tabayun sehingga menjadi norma, etika, bahkan gaya hidup.

“Ini membutuhkan proses penyadaran bahwa kita harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi, harus belajar dari diri kita sendiri dan sadar dan mengingatkan untuk berhati-hati. Kita harus berperan (untuk mengingatkan lingkungan) sesuai kapasitas kita di masyarakat,” ujar istri budayawan Dr. H. Ngatawi Al Zastrouw.

Wartawan: Joko Susilo
Redaktur: D.Dj. Kliwantoro
Redaksi Pandai 2022

Sumber

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *