cenderung tidak dihilangkan karena dapat didokumentasikan
Jakarta (Partaipandai.id) – Pengguna internet perlu mewaspadai rekam jejak yang ditinggalkan setiap berselancar di dunia maya, oleh karena itu penting untuk mengedepankan etika berinternet untuk membangun jejak digital yang baik.
Rekam jejak digital harus dibangun dengan selalu menggunakan media digital secara etis. “Pastikan untuk selalu berpikir mendalam tentang apa dan bagaimana kita meninggalkan jejak digital yang cenderung langgeng,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pegiat Literasi Digital (Jepelidi) Novi Kurnia.
Dalam webinar “Indonesia Makin Cakap Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk komunitas digital di wilayah Bali – Nusa Tenggara Barat, Jumat malam, Novi mengatakan bahwa jejak digital adalah jejak data yang kita buat dan tinggalkan saat menggunakan digital. perangkat.
Novi menjelaskan, ada dua jenis digital trace yaitu aktif dan pasif. Jejak digital aktif adalah data atau informasi yang sengaja diunggah seseorang ke dunia maya. Sedangkan jejak digital pasif umumnya berupa data yang “ditinggalkan” tanpa disadari oleh pengguna saat berselancar di dunia maya.
“Contoh jejak digital aktif antara lain tweet di Twitter, status di Facebook, foto atau video postingan Instagram dan video YouTube. Sedangkan jejak digital pasif, seperti server yang menyimpan alamat IP, lokasi, dan Sejarah pencarian,” jelasnya dalam webinar yang juga dihadiri oleh komunitas digital di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Dalam diskusi virtual bertajuk “Hati-Hati Jejak Digital”, Novi yang juga menjadi steering board Siberkreasi mengatakan, jejak digital bisa bermacam-macam bentuknya. Beberapa di antaranya mudah dibagikan dengan cepat, berisiko digunakan secara negatif, dan tidak lekang oleh waktu.
“Artinya, cenderung irreversible karena bisa didokumentasikan dan diingat kembali. Selain itu, jejak digital bisa berubah dalam bentuk lain, misalnya dari foto menjadi video atau sebaliknya,” ujar dosen Departemen Komunikasi UGM Yogyakarta ini.
Adapun cara menjaga jejak digital, lanjut Novi Kurnia, yaitu dengan melindungi data pribadi diri sendiri dan orang lain, memastikan hak cipta orang atau pihak lain, memahami fitur platform digital, peraturan terkait berbagi informasi dan ruang digital, mempertimbangkan akurasi, dan manfaat sebelum posting. .
Dari perspektif budaya digital (budaya digital), guru SMKN 1 Nganjuk, Jawa Timur yang juga aktivis sosial, Winarsih, menyoroti hubungan antara data pribadi dan rekam jejak digital.
Menurut Winarsih, data pribadi adalah data tentang kehidupan seseorang. Apakah itu diidentifikasi atau dapat diidentifikasi secara terpisah atau dalam kombinasi dengan informasi lain, secara langsung atau tidak langsung melalui sistem elektronik dan non-elektronik.
Contoh data pribadi: keyakinan, sejarah kreditrekam medis, riwayat pekerjaan (CV), informasi kontakdan alamat. Data pribadi yang harus dilindungi yaitu nomor KK, NIK, tanggal lahir, keterangan tentang cacat fisik atau mental, serta catatan peristiwa penting.
Baca juga: BPIP Gelar Literasi Digital Pancasila dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda
Baca juga: BPIP mengajak siswa SMA untuk mengaktualisasikan Pancasila di ruang digital
Baca juga: Akademisi mengingatkan batas berekspresi di ruang digital
Wartawan: Suryanto
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Redaksi Pandai 2022