Mojokerto, Partaipandai.id – DPRD Kota Mojokerto menetapkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) BPRS Syariah. Lebih dari separuh perwakilan rakyat yang hadir dalam rapat pleno pengambilan keputusan Pansus BPRS menyepakati restrukturisasi bank milik negara tersebut. Bank syariah ini sedang dilanda masalah likuiditas dan kredit macet.
“Berdasarkan keputusan DPRD berdasarkan asas musyawarah dan mufakat, ditetapkan pembentukan Pansus BPRS Syariah. Pansus ini akan bekerja selama enam bulan ke depan,” kata Wakil Ketua DPRD Sony Basuki Rahardjo yang memimpin rapat paripurna, Kamis (28/10).
Dalam persidangan, politisi Partai Golkar itu juga menunjuk Moeljadi sebagai ketua pansus dan Mochamad Harun sebagai wakil ketua pansus.
Upaya penyelamatan dan rehabilitasi BPRS Syariah menjadi isu utama bergulirnya pansus ini. Agus Wahjudi Utomo dari F Golkar mengatakan pihaknya berniat membantu kinerja BPRS saat ini. “Melalui pansus, kami mengetahui sejauh mana kucuran modal yang diberikan pemerintah kepada BPRS. Itu demi kesehatan dan kelancaran kinerja BPRS itu sendiri,” jelasnya.
Golkar, kata dia, mendukung pembentukan pansus dalam rangka rehabilitasi BPRS itu sendiri. “Jika ada pelanggaran hukum, kami akan serahkan kepada aparat penegak hukum sendiri,” katanya.
Sementara itu, berbicara tanpa teks, Wakil Ketua DPRD dari FPKB Djunaedi Malik secara tegas menyatakan persetujuannya atas pembentukan pansus ini. Djunaedi menilai keberadaan pansus sangat mendesak. “Ada masalah besar dan sangat substansial di BPRS Syariah, yaitu masalah likuiditas yang sangat rumit,” katanya.
Padahal, lanjutnya, peran lembaga perbankan adalah memperkuat perekonomian rakyat. “Namun, mengenai penyertaan modal BPRS oleh pemerintah mana uangnya tidak jelas,” tambahnya.
Menurutnya, ada tanggung jawab besar yang harus diselesaikan BPRS. “Diduga ada simpanan Rp 48 miliar yang tidak terlayani dengan baik. Tidak ada pinjaman ke bank lain. APBD kota sudah mengucurkan Rp 25 miliar. Ini harus dipertanggungjawabkan oleh BPRS,” dia berkata.
Djunaedi menjelaskan, ada tudingan debitur yang persyaratan SOP-nya tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. “Ini masalah yang macet dan harus dipertanggungjawabkan dengan baik. DPRD wajib merespon sebagai fungsi pengawasan. Fungsi BPRS harus diluruskan sesuai peraturan daerah. Bukan tugas kita menangani kredit macet. . Itu tugas APH,” katanya.
Dukungan terhadap pembentukan pansus juga disuarakan oleh PAN. Fraksi partai berlambang matahari bersinar itu menyatakan sangat setuju dengan pembentukan pansus. Begitu juga dengan Fraksi Gabungan.
Juru bicara Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (GKP), Agung Sucipto mengatakan, setelah mempelajari masalah BPRS dengan cermat, dia mengatakan pembentukan pansus BPRS merupakan proses untuk mengungkap dan menyehatkan BPRS. “Kami memandang perlu membentuk pansus untuk melihat BPRS. Kami mendukung penuh dan siap untuk ikut melaksanakan pansus tersebut,” ujarnya.
Euforia dukungan ini tak lantas merembet ke Demokrat. Juru bicara Demokrat Nuryono Sugiarjo menyatakan bahwa partai tidak sama. “Kami mohon maaf kepada rekan-rekan pengusul. Bahwa di BPRS telah terjadi pergantian struktur. Kami memberikan kesempatan pada sistem yang ada. Atas dasar itu, kami berpendapat bahwa alih-alih membentuk pansus, dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengamati struktur baru. ,” jelasnya.
Dikatakannya, terkait kredit macet dari debitur dan kreditur, kita tahu APH sudah mengkaji hal itu, sehingga capaian outputnya tidak maksimal karena momentumnya sudah terlambat. “Kami mendesak DPRD untuk memaksimalkan agenda yang ada. Seperti KUA PPAS, membahas peraturan eksekutif dan legislatif,” pungkasnya. (ADV/ya/rd)