Jika kita menonton konser musik klasik, anak muda yang menontonnya
Jakarta (Partaipandai.id) – Konduktor paduan suara dan orkestra Avip Priatna menilai ekosistem paduan suara (paduan suara) di Indonesia sudah mulai berkembang, apalagi dalam dua puluh tahun terakhir ini mulai menunjukkan kemajuan yang didorong oleh minat anak muda terhadap ansambel musik.
“Kalau kita lihat di Eropa memang banyak orang tua (yang menghadiri) pertunjukan musik, tapi di Indonesia anak muda, terutama untuk pertunjukan klasik. Kalau kita nonton konser musik klasik, yang nonton itu anak muda. ekosistem sudah mulai berkembang,” kata Avip saat ditemui Antara di Jakarta, Sabtu.
Avip dikenal sebagai konduktor yang telah membawa sejumlah grup paduan suara ke kejuaraan dan pertunjukan internasional, seperti Paduan Suara Universitas Parahyangan, Penyanyi Batavia Madrigal, dan Orkes Kamar Jakarta.
Memulai karir sebagai konduktor Paduan Suara Universitas Parahyangan saat masih kuliah di Universitas Parahyangan, Bandung. Setelah lulus dari studi Arsitektur di universitas, ia memutuskan untuk fokus pada musik dengan belajar di Hochschule fur Muzick und Darstellende Kunst di Wina, Austria.
Avip mengatakan, salah satu faktor yang mendorongnya untuk mengambil studi musik adalah karena ia melihat penyanyi di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa namun belum banyak yang mampu mengarahkannya.
Baca juga: Sandiaga: Paduan suara Indonesia diperhitungkan di pentas dunia
“Saya merasa jika tidak ada yang bergerak, tidak ada yang pergi ke sekolah, ini tidak ada yang melatih mereka, sayang. Akhirnya saya sekolah, dan memang benar ketika Parahyangan dan saya mulai berkompetisi di luar negeri, teman-teman saya dari seluruh Indonesia mulai melihatnya,” katanya.
Baru-baru ini, paduan suara Batavia Madrigal Singers yang dipandu Avip berhasil meraih gelar European Grand Prix (EGP) for Choral Singing 2022 yang berlangsung di Grand Theatre Kota Tours, Prancis. Pada tahun 2018, Avip juga membawa grup The Resonanz Children’s Choir menjadi juara dalam kompetisi tersebut.
Menurut Avip, mengikuti kompetisi paduan suara merupakan salah satu cara untuk menempa diri dalam prosesnya agar bisa menjadi lebih baik setiap harinya. Melalui kemenangannya di EGP, ia yakin prestasi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga mampu membawakan dan mengolah kembali karya-karya berstandar tinggi seperti musik klasik.
“Kami sudah mencantumkan nama Indonesia di sana (di ajang EGP), dan belum banyak negara yang mencantumkan nama mereka di sana. Kalau lihat di website EGP atau Wikipedia, bisa dilihat Indonesia ada dua (pemenang) di sana, dan ketika saya melihatnya, saya terharu,” kata Avip.
Tidak hanya tentang minat dan prestasi anak muda, ekosistem paduan suara dari sudut pandang pencipta lagu juga mulai terbentuk dengan lebih memperhatikan hak cipta sebuah karya dalam kompetisi, baik di luar negeri maupun di Indonesia.
Avip menjelaskan, setiap kelompok paduan suara yang akan mengikuti kompetisi wajib mendapatkan izin dari komposer sebagai pencipta karya.
“Nah dalam kompetisi-kompetisi ini mereka (penyelenggara) mensyaratkan harus ada semacam surat dari komposer bahwa karya ini sudah mendapat izin dan memang lembaran musiknya sudah dibeli, izin dari penciptanya,” ujarnya.
“Jadi semua proses ini saling menguntungkan. Tidak hanya nyanyian dan paduan suara yang populer, tetapi komposernya juga menyesal. Sekarang tidak seperti itu, sekarang semuanya harus diapresiasi dengan baik,” pungkas Avip.
Baca juga: Batavia Madrigal Singer memenangkan Grand Prix Eropa 2022
Baca juga: Paduan suara Indonesia mulai disegani dunia
Baca juga: Paduan suara binaan DKI memenangkan Consorco Corale Internazionale Roma 2020
Reporter: Rizka Khaerunnisa
Redaktur : Suryanto
Redaksi Pandai 2022