Jakarta (Partaipandai.id) – Kereta api sudah menjadi bagian dari hidup dan karir Direktur Fajar Nugros. Ayahnya adalah pensiunan Balai Yasa, sebuah fasilitas perawatan kereta api. Rumah tempat dia dibesarkan juga dekat dengan kereta. Dia masih ingat bau bengkel saat ayahnya pulang.
“Kalau ada yang lihat kereta parkir di depan rumah, komplek rumah saya seperti itu,” kata Fajar, sebelum pemutaran film pendek “Move Happy, Move for Indonesia” dan “Strangers with Memories” di Jakarta, Selasa ( 15/11) .
Saat mengejar cita-cita menjadi sutradara, kehidupan Fajar juga dekat dengan kereta api. Fajar adalah pengguna kereta api jalur komuter.
Ia pun merasakan betapa padatnya stasiun Tanah Abang, meski jam kerja yang lebih fleksibel membuat Fajar bisa menyesuaikan diri agar tidak terjebak pada jam-jam sibuk di mana penumpang berdesakan.
Perubahan dan perkembangan dalam layanan kereta api jalur komuter disaksikan dengan mata kepala sendiri. Ketika aturan tidak rapi dan sistem tidak tertata, banyak penumpang yang bebas melakukan apa yang diinginkannya, hal yang seringkali mengancam keselamatan.
Kelakuan para penumpang, mulai dari naik ke atap gerbong kemudian berdesak-desakan, hingga pintu gerbong yang tidak bisa ditutup, pemandangan seperti itu biasa terjadi di masa lalu.
Fajar juga mengalami masa sebelum PT. KAI, sebuah perusahaan di bawah BUMN, belum berkembang seperti saat ini. Pengawasan masih sangat longgar. Banyak penumpang dapat dengan bebas naik dan turun kereta tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.
“Saya tidak membayar (tiket) sebelumnya ekonomiskata Fajar kepada Partaipandai.id sambil tertawa.
Fajar yang mengoleksi miniatur kereta api ini juga mengingat dulu dirinya bebas merokok di stasiun yang kini diatur demi kenyamanan penumpang lainnya. Meski aturannya semakin ketat, Fajar mengatakan perubahan itu ke arah yang lebih baik.
Dari belasan filmnya, selalu ada adegan kereta api. Tidak selalu mudah mendapatkan izin resmi untuk memotret. Fajar, di hadapan penonton, mengaku adegan stasiun yang muncul di film itu saat baru memulai karirnya diambil secara diam-diam.
“Saya syuting di Juanda, tanpa izin,” ujarnya yang mengundang gelak tawa penonton.
Bertahun-tahun menjadi sutradara, ia mendapat pesan di media sosial dari Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo yang melahirkan kolaborasi lewat dua film pendek.
Film pertama adalah film pendek fiktif berjudul “Strangers with Memories” untuk mengungkap perubahan tersebut jalur komuter menjadi lebih baik dan tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Sebuah film omnibus yang bercerita tentang pengguna kereta api jalur komuter tanpa sadar terhubung satu sama lain untuk menjadi pendamping saat naik kereta. Film pendek omnibus ini merupakan gabungan dari empat cerita pendek yang berlatar di kawasan stasiun dan jalur komuter.
Film pendek ini menyampaikan pesan bahwa perubahan jalur komuter menjadi lebih baik harus dibarengi dengan perilaku konsumen agar menjadi penumpang yang lebih baik.
Film kedua yang dibuatnya adalah film dokumenter “Bergerak dengan Bahagia, Bergerak Untuk Indonesia” yang diwarnai dengan narasi dari Ibnu Jamil, menyuguhkan kisah-kisah di balik kereta api yang tidak semua orang tahu.
Fakta menarik dari sejumlah stasiun di berbagai kota, kesibukan para pekerja saat gerbong kosong. Film dokumenter ini juga bercerita tentang orang-orang yang bersentuhan dengan kereta api, mulai dari pengguna setia hingga penjaga lintasan yang telah bekerja dengan setia selama belasan tahun.
Produk pertama ini melihat dari dekat apa yang membuat layanan KAI lebih cepat dari sebelumnya. Fajar mengaku bebas dari KAI untuk mendalami tema ini.
Dengan awak sebanyak 30 orang, Fajar berpacu dengan waktu, naik turun gerbong bersama para penumpang untuk mendapatkan tembakan yang terbaik di stasiun-stasiun Sumatera hingga Jawa, mencari momen dramatis yang terjadi di dunia nyata juga mencari penumpang yang bersedia dimintai testimoni. Pengalamannya menghasilkan rekaman berdurasi 16 jam yang diringkas menjadi 50 menit.
“Saya tidak bisa mengganggu pelayanan kepada penumpang, jadi saya tidak bisa meminta kereta berhenti lebih lama agar adegan bisa diambil gambarnya,” kata Fajar.
Salah satu momen paling seru dalam pembuatan film dokumenter ini adalah merasakan kabin lokomotif.
Kabin memang tidak boleh ditumpangi penumpang, sehingga tidak ada kursi tambahan bagi orang yang tidak berkepentingan.
Secara fisik dia harus berdiri dua jam dari Cirebon ke Purwokerto. Meski izinnya sudah sampai di Yogyakarta, ia menyerah dan turun di Purwokerto karena sudah tidak tahan lagi berdiri.
Ada beberapa fakta menarik yang diceritakan Fajar dalam film “Moving with Happiness, Moving for Indonesia”, misalnya jam antik di stasiun Klaten, lalu stasiun Cibatu yang pernah menjadi saksi kedatangan komedian Charlie Chaplin berlibur ke Garut.
Dalam film tersebut, seorang pecinta kereta api yang juga seorang YouTuber dalam film dokumenter tersebut mengungkap stasiun favoritnya yang menawarkan pemandangan indah nan indah: Stasiun Lebakjero yang terletak di sebelah timur Bandung. Stasiun Lebakjero menawarkan pemandangan yang indah karena diapit oleh Gunung Kaledong dan Mandalawangi.
Baik “Moving with Happiness, Moving for Indonesia” maupun “Strangers with Memories”, merupakan upaya PT. KAI dalam mendekatkan diri dengan konsumen yang mungkin belum mengetahui sisi lain dari kereta api.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo berharap kedua film ini dapat membuat masyarakat semakin mengenal KAI yang terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
Editor: Masukkan M. Astro
Redaksi Pandai 2022