Tidak seorang pun (terganggu atau terpengaruh secara psikologis), semua harus waspada dalam menghadapi hal seperti ini
Jakarta (Partaipandai.id) – Kejaksaan Agung RI memastikan uji materi kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung yang diajukan oleh advokat tidak melemahkan semangat kejaksaan baik pusat maupun daerah untuk menangani dan memberantas korupsi di negeri ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, mengatakan uji materi kewenangan ini bukan yang pertama kali, sehingga tidak mengganggu secara psikologis. kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi yang melibatkan korporasi atau pemerintah.
“Tidak ada (terganggu atau terpengaruh secara psikis), semua harus waspada dalam menghadapi hal seperti ini, bisa dalam bentuk fisik dan psikis, sehingga perlu diantisipasi sejak dini,” ujar Ketut.
Ketut mengatakan, wajar jika kejaksaan menghadapi tantangan dari pihak-pihak yang merasa tidak nyaman dengan konsistensi Kejaksaan RI dalam memberantas korupsi.
Ia mengutip apa yang disampaikan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam setiap kesempatan, bahwa dalam penanganan kasus korupsi baik di daerah maupun pusat harus dilakukan secara objektif, transparan, berkesinambungan, dan tidak selektif.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
“Yang penting menyanyi jangan pilih-pilih dan konsisten,” kata Ketut.
Pria asal Bali itu menjelaskan, konsistensi kejaksaan dalam pemberantasan korupsi pasti berdampak pada psikologis atau ketidaksukaan terhadap lembaga, sehingga dengan berbagai cara para koruptor akan memainkan perannya seperti memberikan godaan materil maupun immateriil, bahkan dengan ancaman fisik.
Baca juga: MAKI: Kejaksaan Agung berperan sebagai penyeimbang pemberantasan korupsi
Menurutnya, pengujian kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi paling intensif dilakukan oleh para koruptor. Gugatan ini telah berulang kali diajukan, salah satunya setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung RI.
Ketut mengatakan, penggugat telah melupakan kapasitas kejaksaan dimana kewenangan Kejaksaan dalam korupsi tidak hanya diatur dalam undang-undang Kejaksaan, tetapi juga terdapat dalam UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Penyelenggaraan Negara. . yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Tidak hanya itu, dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Kejaksaan Agung memiliki kewenangan sebagai penyidik.
“Kejaksaan Agung memiliki sejarah panjang dalam mengusut kasus megakorupsi, salah satunya Koordinator Investigasi Tim Pemberantasan Korupsi (Timtas Tipikor) pada 1998,” jelasnya.
Kemudian, terkait diferensiasi fungsional yang digugat, Ketut menjelaskan bahwa sebagaimana diatur dalam KUHAP, yakni pemisahan kewenangan di masing-masing lembaga seperti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, hal ini menjadi persoalan. pencemaran nama baik alias mengaburkan fungsinya yang sebenarnya sebagai penegak hukum modern yang memiliki fungsi koordinasi, sinergi, dan kolaboratif.
Sehingga jika dikaitkan dengan diferensiasi fungsional, kata dia, sangat tidak tepat bahkan KPK sebagai lembaga yang memiliki penyidik, penyidik, penuntut umum dan eksekutor berada dalam satu atap sebagai bentuk reformasi penegakan hukum.
Baca juga: Indikator Politik: Kepercayaan masyarakat terhadap Kejagung sudah mencapai 77,7 persen
Lebih lanjut, Ketut mengatakan gugatan-gugatan tersebut keluar dari konteks penegakan hukum modern dan melanggar konstitusi, yakni tidak ada satupun lembaga yang memiliki kewenangan mutlak dari perspektif penegakan hukum, termasuk kejaksaan sebagai penegak hukum. dominus litis yaitu pengawas perkara, dan tetap memiliki fungsi koordinasi dengan penyidik dan pengawasan dengan pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Tugas dan wewenang Kejaksaan Agung adalah menangani perkara dari hulu ke hilir, serta memastikan penyidikan dari berbagai instansi berjalan dengan baik sehingga menghasilkan proses penuntutan dan pembuktian yang baik.
“Bahkan dalam proses upaya hukum biasa hingga luar biasa, akan menjadi tanggung jawab Kejaksaan sebagai Penuntut Umum dan Penuntut Umum, terhadap pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (tinta),” dia berkata.
Oleh karena itu, kata Ketut, terjadi kekeliruan dengan menempatkan proses penyidikan berdasarkan diferensiasi fungsional yang hanya mengkotak-kotakkan fungsi masing-masing lembaga, serta menjauhkan sinergi dan kolaborasi dalam penanganan perkara.
Hal-hal tersebut menimbulkan kasus bolak-balik, menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum, bahkan manfaat penegakan hukum tidak dirasakan oleh masyarakat.
Ketut menambahkan, jika gugatan pelemahan aparat penegak hukum dikabulkan, hal itu sangat bertolak belakang dengan semangat Kejaksaan dalam menangani kasus megakorupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah, seperti PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, PT Garuda Indonesia, minyak goreng, Duta Palma. , PT Waskita Karya, impor garam, impor tekstil, dan sebagainya.
“Maka inilah yang harus disuarakan bahwa kepentingan dan perlawanan para koruptor tidak hanya menjadi ancaman bagi penegakan hukum, tetapi melumpuhkan semangat pemberantasan korupsi itu sendiri,” ujar Ketut.
Baca juga: Kejagung menyatakan siap menghadapi gugatan terkait penyitaan Asabri
Reporter: Laily Rahmawaty
Editor: Indra Gutom
HAK CIPTA © Partaipandai.id 2023