Banda Aceh (Partaipandai.id) – Lahir di daerah yang dikenal dengan Serambi Mekah dengan segala ketentuan syariat Islam tidak menjamin terhindar dari perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Cukup banyak anak-anak di Aceh yang bermasalah dengan hukum, terutama anak perempuan yang sering diperlakukan tidak semestinya, baik secara fisik maupun seksual.
Anak-anak di tanah rencong belum sepenuhnya terlindungi, dan ini masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat dan terutama orang tua.
Fakta ini dibuktikan dengan tingginya angka kekerasan, baik fisik maupun seksual, bahkan pemerkosaan terhadap anak di provinsi paling barat Indonesia ini. Dan ironisnya banyak pelakunya adalah orang-orang dekat.
Memberikan perlindungan merupakan prioritas pemerintah mulai dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) hingga pemerintah daerah khususnya di Aceh.
Keseriusan ini terlihat dari tema Hari Anak Nasional 2022 yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Momen ini merupakan suatu kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagai generasi emas penerus bangsa.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Perlindungan
Di Aceh, beberapa kebijakan terkait perlindungan anak belum sepenuhnya terealisasi, karena itu perlu dukungan semua pihak agar segala bentuk tindakan yang mencederai peraturan perlindungan anak dapat diantisipasi.
Melihat kondisi tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Aceh (DP3A) baru saja menggelar rapat koordinasi pemetaan program perlindungan anak Aceh yang juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Indikator tersebut menunjukkan masih rendahnya perlindungan anak di Aceh, termasuk peran SKPA dan instansi vertikal terkait lainnya, baik secara programatik maupun lintas sektor,” kata Kepala Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Aceh Yuslita dalam keterangannya.
Yuslita menyampaikan, untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan kajian melalui sistem pemetaan dan pendataan kelembagaan, penggunaan peraturan, termasuk peraturan daerah dan program perlindungan anak yang dapat menjamin pelaksanaannya.
Langkah ini diharapkan dapat membangun koordinasi dan sinergi lintas sektor terkait sistem perlindungan anak, sistem hukum, regulasi, peradilan, kesejahteraan sosial, dan sistem informasi perlindungan anak.
“Tujuannya adalah untuk memenuhi hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari segala sesuatu,” kata Yuslita.
Revisi Qanun Jinayat
Berdasarkan data DP3A Aceh, pada tahun 2021 sebanyak 171 anak di Aceh menjadi korban kekerasan seksual dan pemerkosaan. Kemudian, hingga Juni 2022, 139 anak telah menjadi korban tindakan serupa.
Meski pelecehan seksual hingga pemerkosaan anak sudah menjadi perhatian semua masyarakat di Aceh. Namun, hal ini tidak membuat lembaga peradilan Mahkamah Syar’iyah di Aceh menghukum berat semua pelaku.
Ada beberapa kasus dimana MS Aceh telah menyatakan bahwa pelaku tidak bersalah sampai mereka dibebaskan. Meski pada akhirnya putusan tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) di persidangan kasasi.
Dimana, sebanyak tiga terdakwa pemerkosa anak dibebaskan oleh Mahkamah Syar’iyah (MS) di Aceh selama tahun 2021, dan semua terdakwa adalah orang-orang dekat dengan korban, mulai dari ayah kandung hingga pamannya sendiri.
Kemudian, pada tahun 2022, Pengadilan Syariah Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya baru saja membebaskan terdakwa pemerkosaan anak di bawah umur, dan juga sedang dalam proses pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Seharusnya majelis hakim tidak membebaskan pelaku. Apalagi kasusnya menimpa anak, yang tentunya membutuhkan penanganan khusus agar semuanya bisa terungkap,” kata Anggota DPR Aceh Darwati A Gani.
Belajar dari sederet kasus dan penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual anak di Aceh. Aturan yang berlaku selama ini dinilai belum memberikan efek jera bagi pelakunya.
Oleh karena itu, berbagai elemen mulai dari masyarakat sipil, akademisi, praktisi, hingga anggota DPR Aceh merasa perlu mengubah qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang UU Jinayat yang selama ini berlaku.
Dan, Qanun Hukum Jinayat telah masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) prioritas 2022, yang saat ini sedang dalam pembahasan tim. Beberapa pasal telah disepakati untuk diubah.
Darwati mengatakan pasal-pasal terkait pemerkosaan dalam Qanun Jinayat saat ini sedang dalam proses pembahasan kembali di DPR Aceh. Sejumlah kelemahan ditemukan baik dalam penanganan korban maupun proses hukum.
“Kami berharap akhir tahun ini sudah bisa disahkan sehingga tidak ada lagi celah yang bisa digunakan untuk membebaskan pelaku dan mengabaikan korban,” ujar salah satu penggagas revisi qanun Jinayat.
Baca juga: KPPAA: Masih banyak PR untuk melindungi anak
Revisi qanun UU Jinayat akan memberikan sanksi yang lebih berat bagi pelanggarnya, hingga 10 kali lipat lebih berat dari sebelumnya, terutama denda emas murni.
“Tim pembahasan telah menyetujui hukuman yang lebih berat bagi pelanggar qanun jinayat, dimana ketentuannya diubah dalam pasal 47 dan 50,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh, Bardan Sahidi.
Dijelaskan, sebelum diubah, Pasal 47 memberikan hukuman kepada siapa saja yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak, diancam dengan uqubat ta’zir cambuk paling banyak 90 kali ditambah denda paling banyak 150 gram emas murni atau pidana penjara paling lama 150 bulan.
Pasal 47 kemudian diubah menjadi hukuman maksimal 150 cambukan uqubat ta’zir, ditambah denda maksimal 1.500 gram emas murni atau kurungan maksimal 150 bulan.
Kemudian dilakukan juga perubahan pada Pasal 50, dimana pada awalnya setiap orang yang dengan sengaja melakukan perkosaan diancam dengan uqubat ta’zir paling banyak 200 kali cambukan atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000 gram, atau denda sebanyak-banyaknya. penjara paling lama 200 bulan.
“Dalam amandemen tersebut, hukuman bagi pelaku pemerkosaan juga ditingkatkan menjadi maksimal 250 cambukan, ditambah denda minimal emas murni 2.000 gram atau maksimal 2.500 gram, atau maksimal 250 bulan penjara,” katanya.
Sebelum disahkan pada akhir tahun, DPR Aceh masih menerima masukan dari seluruh elemen masyarakat di Aceh terkait perubahan tersebut, sehingga masih bisa dilakukan perbaikan sebelum pengesahan nanti.
“Kami berharap ada masukan atau usulan perubahan qanun ini, sehingga benar-benar menghasilkan aturan yang diharapkan masyarakat Aceh,” kata Bardan Sahidi.
Baca juga: Legislator: Poligami Raqan melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak
Pesan Lukmanul Hakim
“Jika pesan Lukmanul Hakim hari ini kita terapkan, maka Indonesia emas akan terwujud di tahun 2045. Kemana arah yang kita bangun hari ini,” kata Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Ustadz H Rahmadon Tosari Fauzi.
Rahmadon mengatakan bahwa anak adalah generasi penerus harapan bangsa di masa depan. Jika Indonesia saat ini menerapkan pesan Lukmanul Hakim untuk mendidik anak, maka negara ini akan memiliki generasi emas di masa depan.
Pesan Lukman datang dari Allah yang kemudian diriwayatkan dalam Al-Qur’an. Salah satu pesannya adalah menasihati anak-anak agar tidak lupa sholat.
Pelajaran merupakan ajakan yang juga menjaga keamanan fisik, psikis, serta kesejahteraan dan kesehatan seorang anak. Tentang pesan tersebut juga diriwayatkan dalam Surah Luqman ayat 12 yang tertulis dalam Al-Qur’an. Dalam surat yang artinya, (Dan sesungguhnya kami telah memberikan hikmah kepada Lukman).
Dari ayat Al-Qur’an diketahui bahwa Lukman adalah seorang ahli hikmah yang nasehatnya adalah kebenaran. Pesan Lukman selanjutnya adalah bersyukur kepada Allah. Hal ini, kata Rahmadon, sering dilakukan Lukman saat menasihati anaknya.
Namun, Lukman saat itu telah menjadikan dirinya seorang ayah yang benar dan pantas sehingga sebelum menasihati anaknya lebih baik melakukannya terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Lukman berpesan agar anaknya tidak menyimpang dari ilmu Allah, termasuk menjadi berkah menjadi seorang ayah.
Hal ini menyadarkan Lukman bahwa dirinya telah dipercayakan oleh Tuhan untuk menjadi seorang ayah. Amanah ini kemudian diamalkan oleh Lukmanul Hakim.
Saat ini, banyak peran dan fungsi ayah yang dilimpahkan ke lembaga tertentu. Namun, itu tidak dapat digantikan oleh orang lain. Sudah menjadi kewajiban seorang ayah untuk memperhatikan dan menghabiskan waktu bersama seorang anak.
Kemudian, Lukman juga berpesan kepada anak-anak agar tidak syirik. Hal ini perlu diteladani oleh para ayah saat ini dengan mengajarkan hakikat Tuhan kepada anak-anaknya.
“Ini sangat penting, Lukman kemudian menasehati anaknya, sebenarnya syirik, kufur kepada Allah, tidak percaya kepada Allah, itu yang terbesar. Jangan lakukan itu, Anda harus menjadi hamba Allah yang benar-benar taqwa,” kata Rahmadon.
Tidak hanya itu, lanjut Rahmadon, Lukman juga berpesan agar anaknya tidak sombong karena Allah tidak menyukai orang yang sombong dan angkuh. Memberikan prestasi boleh saja, tapi jangan bangga.
Pesan terakhir Luqman kepada anaknya agar bebas dari fitnah dunia, yaitu sederhana dalam berjalan.
Sederhana yang dimaksud adalah menyesuaikan tubuh dengan pakaian dan sebagainya. Berjalan, berperilaku, membuat keputusan sederhana.
Melakukan hal-hal yang mudah dipertanggungjawabkan, dan bermanfaat bagi semua orang agar orang tidak iri kepada kita. Sederhana dalam mencoba dan tidak berlebihan.
“Kalau pesan ini kita terjemahkan di Hari Anak Nasional, sangat bagus, dan bisa menjadi panutan dalam mencetak generasi emas Indonesia 100 tahun ke depan,” kata Rahmadon.
Baca juga: Yayasan Lentera Anak berharap ada payung hukum untuk melindungi anak-anak dari rokok
Editor: Joko Susilo
Redaksi Pandai 2022