Jakarta (Partaipandai.id) – Sebagai bentuk kepedulian dan keseriusan dalam menyikapi dinamika dinamika problematika anak berkewarganegaraan ganda (ABG), Pemerintah perlahan tapi pasti mulai mengurai permasalahan seputar ABG.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berupaya membuat terobosan dalam menangani permasalahan ABG yang mengemuka. Hal yang cukup efektif untuk memperkuat solusi permasalahan ABG adalah dengan menetapkan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan terbaru terkait ABG adalah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 yang bertujuan sebagai solusi bagi ABG yang belum terdaftar atau telah terdaftar tetapi belum memilih kewarganegaraan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.
Seperti diketahui, dari sekitar empat ribu ABG yang tercatat, beberapa di antaranya tidak atau terlambat memilih kewarganegaraan. Untuk itu, mereka diberi kesempatan untuk mengajukan kewarganegaraan hingga 31 Mei 2024.
Sedangkan untuk ABG yang tidak tercatat, datanya bisa lebih dari jumlah tersebut. Pasalnya, saat ini perkawinan campuran antarbangsa telah menyebar merata dan meluas hingga ke pelosok desa di seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara.
Hal lain adalah kemungkinan ABG yang lahir dan berdomisili di Indonesia dalam kapasitas yang besar, dimana mereka tidak memiliki dokumen keimigrasian.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Agar aturan ini dapat dilaksanakan seoptimal mungkin dan tercapainya tujuan dari pengaturan ini, maka perlu dibuat ketentuan turunan yang memudahkan untuk memfasilitasi ABG.
Secara umum PP tersebut dapat mengakomodir tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut. Namun, masih ada dua hal yang perlu digali lebih dalam.
Pertama, Pasal 3A ayat (3) huruf d yang dapat diringkas bahwa permohonan kewarganegaraan antara lain harus melampirkan surat keterangan keimigrasian (Skim) yang diterbitkan oleh kantor imigrasi (kanim) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
Dalam skema tersebut harus ada surat pernyataan bahwa pemohon telah bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut atau paling sedikit 10 tahun tidak berturut-turut.
Persyaratan skim termasuk memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan Izin Tinggal Tetap (Itap). Jika mengacu pada UU Keimigrasian, jelas disebutkan bahwa Itap tidak diberikan kepada orang asing yang tidak memiliki paspor nasional (dokumen keimigrasian).
Artinya, jika ABG tidak memiliki dokumen keimigrasian, maka ia tidak dapat diberikan Itap.
Dapat juga diartikan bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai ABG apabila terdapat dokumen yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki orang tua yang berkewarganegaraan asing. Sedangkan nomenklatur dan data faktual serta dokumen orang asing disimpan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Baca juga: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia: Anak kawin campur bisa mendapatkan kewarganegaraan ganda
Sekarang, mari kita lihat ayat berikutnya dari aturan tersebut.
Kedua, Pasal 3A ayat (4) yang berbunyi bahwa dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lahir di wilayah negara Republik Indonesia dan tidak memiliki persyaratan untuk memiliki surat keterangan keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). pada ayat (3) huruf d, pemohon wajib melampirkan biodata penduduk. dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Pada kalimat “pemohon wajib melampirkan biodata kependudukan yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil”, jika dicermati struktur organisasinya, pernyataan tersebut sekilas tampak memudahkan ABG untuk melakukan pencatatan data kependudukan di Disdukcapil seperti Warga Negara Indonesia (WNI) pada umumnya.
Di benak pembaca pasti akan terbayang hal yang sama. Namun jika ditelaah lebih jauh, ada hal menarik yang patut disampaikan.
Jika mengacu pada Permendagri yang menjadi dasar pencatatan data kependudukan ABG di Disdukcapil, maka untuk pencatatan data kependudukan di Disdukcapil pemohon harus memiliki ITAS dan Itap. Artinya pendaftaran data kependudukan ABG dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku di Disdukcapil yaitu dengan mewajibkan dokumen keimigrasian.
Baca juga: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempermudah pengurusan kewarganegaraan melalui PP No. 21
Bagaimana Disdukcapil bisa mempublikasikan data kependudukan jika ABG tidak melampirkan ITAS dan Itap?
Sementara Disdukcapil tidak memiliki rekam jejak dokumen keimigrasian, Ditjen Imigrasi memiliki rekam jejak dokumen keimigrasian. Selain itu, aturan untuk pasal dan paragraf turunan belum ditetapkan oleh Disdukcapil.
Untuk merumuskan suatu kebijakan yang relatif baru bagi Disdukcapil, tentunya tidak dapat dilakukan dengan cepat, mengingat peraturan-peraturan yang berjenjang di Disdukcapil masih belum terbuka untuk percepatan peraturan perundang-undangan terkait dengan peraturan tersebut.
Akan lebih mudah dan cepat jika diskresi kebijakan dilakukan di Direktorat Jenderal Imigrasi; karena secara yuridis formal, kebijakan yang berlaku pada Ditjen Imigrasi membuka ruang untuk percepatan terkait poin-poin ABG. Secara historis, data penyeberangan orang asing telah tercatat di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Oleh karena itu, dalam perumusan Rancangan Permenkumham terkait hal tersebut perlu ditambahkan bahwa yang bersangkutan harus melampirkan dokumen keimigrasian agar sejalan dengan kebijakan tertinggi di bidang keimigrasian.
Apabila yang bersangkutan tidak memiliki dokumen keimigrasian, maka perlu meminta surat keterangan dari Kanim terdekat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah ABG dalam kategori pasal dan ayat di atas. Hal ini bertujuan, selain memudahkan ABG, juga tanpa mengabaikan ketentuan keimigrasian yang berlaku.
Jika hukuman pemohon harus melampirkan data kependudukan oleh Disdukcapil, yang nantinya akan dirumuskan sebagai turunan Permenkumham, tidak ada diskresi yang dilakukan, maka ABG yang akan mencatat biodata kependudukan di Disdukcapil tentu bisa mandek karena tidak adanya dokumen keimigrasian.
Baca juga: Anak berkewarganegaraan ganda berpotensi menjadi warga negara asing
Hal lain, jika ketentuan pencatatan data kependudukan diubah, tentu akan memakan waktu lebih lama dan prosesnya akan lebih lama karena Disdukcapil merupakan lembaga di luar Ditjen Imigrasi yang tentunya perlu bersinergi dan berkolaborasi.
Akan lebih efektif dan efisien jika turunan pasal dan ayat di atas dituangkan dalam kebijakan Ditjen Imigrasi sebagai pemangku kepentingan yang dominan. Pasalnya, penetapan PP 21 Tahun 2022 bertujuan untuk mempermudah dan mempersingkat proses pengajuan kewarganegaraan bagi ABG.
Ada catatan penting, yakni Direktorat Izin Tinggal Imigrasi telah selesai membahas Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Anak dengan Kewarganegaraan Ganda dan Surat Keterangan Keimigrasian.
Apabila Rancangan Permenkumham belum ditandatangani oleh Menkumham, maka penjabaran pasal-pasal dan ayat-ayat di atas yang tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2022 dapat disisipkan satu atau dua pasal dalam Rancangan Permenkumham.
Artinya, jika memungkinkan, turunan dari pasal-pasal dan ayat-ayat tersebut dapat dimasukkan dalam Rancangan Permenkumham yang matang; sehingga dapat mempersingkat proses perumusan yang mungkin dilalui jika dibuat Rancangan Permenkumham baru mengenai pasal dan ayat di atas.
Baca juga: Aneka pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda
Mengapa kedua paragraf di atas perlu dikaji dari segi ketentuan dan peraturan keimigrasian pada pelayanan Dukcapil? Karena ini menyangkut nasib puluhan ribu ABG yang saat ini membutuhkan kehadiran negara yang signifikan untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami.
Tentunya kebijakan yang akan ditetapkan harus dapat memprediksi kemungkinan kemudahan atau hambatan yang akan dihadapi oleh masyarakat.
Memang Pasal 3A ayat 4 merupakan bagian kecil dari PP ini. Namun, hal itu akan berdampak signifikan pada ABG di masa depan.
Jika aturan turunan yang akan dirumuskan dapat mempermudah prosedur pengajuan kewarganegaraan dari ABG, maka dibarengi dengan sosialisasi secara masif di berbagai platform agar prosedur ini terinformasikan dengan baik sebelum masa berlakunya berakhir; bisa diprediksi ribuan atau mungkin puluhan ribu ABG yang tertinggal dalam pengajuan kewarganegaraan Indonesia bisa terangkut.
Dengan demikian, tujuan penetapan kebijakan ini efektif karena tidak meninggalkan kendala baru.
*) Fenny Julita, S.Sos., M.Si, adalah Ahli Madya Analis Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Baca juga: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat 13.092 anak terdaftar berkewarganegaraan ganda
Redaksi Pandai 2022