Di persidangan nanti akan terlihat siapa yang memainkannya, mereka akan dipanggil, sehingga kasusnya tidak berhenti sampai di situ.
Kendari (Partaipandai.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara menilai penggelapan dana nasabah diduga dilakukan oleh mantan pegawai Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara atau Bank Sulawesi Tenggara berinisial AGK. sebesar Rp1,9 miliar tidak dilakukan oleh satu orang saja.
Kepala OJK Sultra Arjaya Dwi Raya, di Kendari, Jumat, mengatakan saat ini baru ada satu tersangka dalam kasus penggelapan dana di Bank Sultra, namun menurutnya saat persidangan nanti akan berkembang.
“Di persidangan nanti akan terlihat siapa yang bermain, mereka akan dipanggil, sehingga kasusnya tidak berhenti sampai di situ,” ujarnya lagi.
Arjaya mengatakan, ke depan akan ada tersangka baru terkait kasus tersebut. Meski begitu, dia menyerahkan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum yang masih melakukan penyelidikan.
Hal ini, menurut dia, melakukan pelanggaran TI secara umum, tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja, tetapi membutuhkan kerja sama orang lain.
“Saya tidak sendiri, saya yakin itu. Itu akan dibobol, dibutuhkan lebih dari satu orang untuk melakukannya. Oh, tentu (ada tersangka lain) saya yakin itu, apa pengamatan kami dari bank-bank besar sudah jadi, jadi butuh lebih dari satu orang,” katanya.
Ia pun mengaku akan mengawal kasus penggelapan dana di Bank Sultra hingga putusan pengadilan, sehingga memberikan efek jera kepada tersangka dan mencegah terulangnya kasus serupa oleh pegawai perbankan lainnya.

Direktur Utama Bank Sultra Abdul Latif saat dikonfirmasi terkait penilaian OJK bahwa kasus tersebut bisa melibatkan lebih dari satu orang, dia hanya mengaku menyerahkan semuanya kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
“Kita tunggu Kejaksaan Agung (penyidikan). Dan ini masih proses penyidikan di Kejaksaan. Kita biarkan penegak hukum (menangani) itu,” ujarnya saat ditemui di sela-sela kunjungan kejaksaan. Istri Panglima TNI Hetty Andika Perkasa di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra menahan mantan pegawai Bank Sultra berinisial AGK, diduga menggelapkan dana nasabah sebesar Rp. 1,9 miliar.
Kepala Bagian Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Dody, mengatakan penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Nomor: 06/P.3/Fd.1/ 07/2022 tanggal 11 Juli 2022.
Kepala Penyidikan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Sugiatno Migano mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan, tersangka diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai serba serbi jabatan yang bertugas membayar gaji pegawai melalui aplikasi Si Gaji, serta seperti mengambil potongan gaji ketika ada pemotongan seperti tagihan.
“Namun yang dilakukannya adalah mengambil rekening nasabah yang tidak terkait dengan pembayaran gaji. Ia menyalahgunakan aplikasi tersebut dan menyimpannya ke dalam 20 rekening nominatif dan meneruskannya ke rekening beberapa pihak termasuk dirinya yang bernilai lebih dari Rp 1,9 miliar,” katanya. lagi.
Uang itu dikirim ke rekening tersangka untuk badan usaha dan perorangan. Namun kejaksaan tidak menjelaskan secara rinci badan usaha yang dimaksud, melainkan akan dijelaskan dalam surat dakwaan.
Modus tersangka adalah dengan mendebet 105 rekening milik nasabah yang dialihkan ke 20 rekening nominatif yang sudah tidak terpakai dan dibagikan ke lima rekening secara pemindahbukuan.
Dia mengatakan tersangka mengambil dana dari rekening masing-masing nasabah, bervariasi dari jumlah kecil hingga ratusan juta rupiah. Tersangka AGK melakukan aksinya sejak 20 Agustus 2021 hingga 25 Oktober 2021 sebanyak 21 nasabah.
“Ada tidaknya tersangka tambahan tergantung proses yang sedang berjalan dan tentunya atas instruksi pimpinan,” ujarnya.
Saat ini tersangka AGK ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II A Kendari dengan masa tahanan 20 hari sejak Rabu, 14 September 2022.
Tersangka AGK disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP ke-1 dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Baca juga: Tiga orang dengan ODGJ meninggal di panti asuhan
Baca juga: Orang dengan gangguan mental lebih berisiko meninggal akibat COVID
Wartawan: Muhammad Harianto
Redaktur: Budisantoso Budiman
Redaksi Pandai 2022