Jakarta (Partaipandai.id) – Wakil Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Penyuluhan PBNU Abu Rokhmad mengatakan pasal penodaan agama dalam Rancangan KUHP (RKUHP) harus dirumuskan secara matang agar tidak menimbulkan masalah di masyarakat.
“Catatan kami adalah untuk memastikan pasal penodaan agama harus dirumuskan dengan hati-hati,” kata Abu dalam diskusi online di Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema “RUU KUHP: Bentuk Keadilan Hukum Indonesia” yang dipantau di Jakarta, Senin.
Abu mengatakan pasal penodaan agama perlu dirumuskan secara khusus karena pasal penodaan agama sering dianggap pasal karet, seperti pasal penghinaan presiden. Namun, lanjutnya, pasal penodaan agama lebih krusial karena menyangkut keyakinan atau keyakinan.
Baca juga: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa RKUHP tidak menyebutkan kejahatan pers
Ia menjelaskan, diperlukan perumusan pasal penodaan agama yang cermat agar dalam implementasinya pasal tersebut tidak mengarah pada kasus-kasus yang rentan menjerat masyarakat.
“Karena kalau ini dibiarkan, pasal penodaan agama ini, saya kira kita ulangi saja, ulangi sejarah masa lalu, kejadian seperti ini sudah berkali-kali kita alami,” ujarnya.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Dikatakannya agar tidak menjadi pasal karet, dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan pemenuhan aspek unsur pidana di dalamnya secara cermat. Ia mengingatkan, rumusan pasal penodaan agama dalam RKUHP perlu menyertakan keyakinan.
Baca juga: Kementerian Hukum dan HAM mengakui sosialisasi RKUHP masih belum cukup masif
“Harus memenuhi unsur pidananya harus benar-benar diketahui bersama, kemudian aparat penegak hukum dalam melaksanakannya harus hati-hati dan serius karena ini menyangkut agama,” kata Abu.
“Apalagi jika digabungkan, digabungkan dengan UU ITE, saya kira ini akan menjadi masalah yang serius,” ujarnya.
Baca juga: Akademisi: Masyarakat tidak terlalu banyak bertanya tentang 14 isu krusial RKUHP
Abu mengatakan, pencantuman pasal penodaan agama dalam RKUHP menunjukkan bahwa pemerintah sebagai pembuat undang-undang menempatkan agama dan umatnya, simbol, dan kepentingan keagamaan terkait di dalamnya pada tempat yang penting sehingga perlu diberikan perlindungan hukum.
“Semata-mata untuk menjaga kebersamaan, kemaslahatan dan kedamaian,” kata Abu.
Reporter: Melalusa Susthira Khalida
Redaktur: Herry Soebanto
Redaksi Pandai 2022