Pengacara ingatkan pimpinan MPR jangan buru-buru ganti Fadel

Sehingga yang disebut kolektivitas kolegial tidak terjadi, karena hanya dua dari empat pemimpin yang setuju.

Jakarta (Partaipandai.id) – Koordinator Tim Hukum Fadel Muhammad, Dahlan Pido mengingatkan pimpinan MPR RI agar tidak terburu-buru mengganti Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR.

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, Dahlan mengatakan dua pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mencabut dukungannya atas Surat Keputusan (SK) yang memberhentikan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR, yakni Sultan Baktiar Najamudin dan Nono Sampono.

“Saat ini, dua gugatan sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN Jakpus) Jakarta Pusat dan Satuan Reserse Kriminal Polri,” tegasnya.

Menurutnya, Sidang Paripurna DPD RI pada 18 Agustus 2022 yang berujung pada agenda mosi tidak percaya terhadap Fadel Muhammad merupakan proses dan tindakan yang salah dan cacat hukum, serta inkonstitusional karena telah melalui penyelundupan agenda.

“Awalnya hanya ada satu agenda yaitu penetapan keanggotaan alat, namun agenda mosi tidak percaya diselundupkan. Jadi ini agenda selundupan ilegal,” ujarnya juga.

Dahlan menjelaskan bahwa instrumen mosi tidak percaya tidak dikenal dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan instrumen mosi tidak percaya merupakan mekanisme konstitusional dalam sistem pemerintahan parlementer, dimana kekuasaan eksekutif berasal dari parlemen.

“Sehingga hukum yang tertinggi adalah konstitusi (materi konstitusi) dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya sebagai peraturan pelaksana, dalam hal ini yang a quo adalah UU MD3, Peraturan MPR, dan Peraturan DPD,” kata Dahlan .

Karena prosedurnya cacat hukum, Dahlan mengatakan keputusan yang diambil dalam Rapat Paripurna DPD itu tidak sah dan tidak bisa dijadikan produk hukum.

Apalagi, kata Dahlan lagi, keputusan pergantian Wakil Ketua MPR harus disahkan dan ditandatangani oleh empat pimpinan DPD, namun nyatanya ada dua pimpinan yang mundur, yakni Sultan Baktiar Najamudin dan Nono Sampono.

“Jadi yang disebut kolegial kolektif itu tidak terjadi, karena hanya dua dari empat pemimpin yang setuju,” tegasnya.

Selain itu, kata Dahlan, sesuai dengan Pasal 22 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI, masa jabatan keanggotaan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2 adalah 5 tahun.

“Jadi Fadel Muhammad tidak bisa diganti di tengah masa jabatannya, karena tidak memenuhi unsur-unsur yang dipersyaratkan undang-undang,” ujarnya juga.

Tidak hanya itu, dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (e) Tata Cara MPR, proses penggantian Wakil Ketua MPR harus ada permintaan dari Pimpinan MPR kepada Pimpinan DPD terlebih dahulu untuk mengisi posisi kosong.

“Jadi ide pengisiannya harus dari MPR, bukan dari DPD, ini sesuai dengan Tata Tertib MPR,” ujarnya.

Dengan fakta tersebut, Dahlan meminta pimpinan MPR untuk mengembalikan lagi permintaan pimpinan DPD untuk mengganti Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR kepada pimpinan DPD karena cacat hukum.

“Kalau mau diganti harus ada keputusan tetap dari pengadilan,” katanya.

Baca juga: Pengacara menyebut pemecatan Fadel Muhammad tidak masuk akal
Baca juga: MPR terima surat pemecatan Fadel Muhammad

Reporter: Fauzi
Redaktur: Budisantoso Budiman
Redaksi Pandai 2022

Sumber

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *