Ahyudin dan Ibnu, keduanya diperiksa lebih lanjut pada Senin.
Jakarta (Partaipandai.id) – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali meminta keterangan petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait penyidikan dugaan penyelewengan dana oleh agensi, Senin.
Dua petinggi yang diperiksa adalah pendiri ACT Ahyudin, dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
“Ahyudin dan Ibnu, keduanya akan tetap diperiksa pada Senin,” kata Kasubdit IV Dittipideksus Polri Kompol Andri Sudarmaji.
Ahyudin dan Ibnu Khajar sebelumnya telah memenuhi panggilan penyidik Polri untuk dimintai keterangan pada Jumat (8/7). Pemeriksaan Ahyudin berlangsung mulai pukul 11.00 WIB hingga 22.30 WIB, sedangkan Ibnu Khajar dimintai klarifikasi mulai pukul 15.00 hingga 22.00 WIB.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, Polri sedang mendalami dugaan penyelewengan dana sosial untuk ahli waris korban Lion Air JT- 610 kecelakaan pesawat yang terjadi pada tahun 2018.
Kedua pengurus ACT itu diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.
“Bahwa Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina, serta Ibnu Khajar selaku ketua pengurus menuding sebagian dana sosial tersebut telah disalahgunakan dari Boeing untuk kepentingan pribadi. kepentingan,” kata Kepala Biro Informasi Publik (Karopenmas). ) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/7).
Menurut Ramadhan, kedua pengurus ACT tersebut tidak pernah melibatkan ahli waris dalam perencanaan atau pelaksanaan penggunaan dana sosial, tidak pernah memberi tahu ahli waris jumlah dana sosial yang diperoleh dari Boeing dan penggunaan dana sosial tersebut menjadi tanggung jawab mereka.
Dari hasil pemeriksaan pendahuluan, diketahui ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban sebagai dana sosial sebesar Rp138 miliar.
Boeing memberikan dua jenis dana santunan, yakni dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan nontunai berupa dana sosial sebesar Rp2,06 miliar.
Namun dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Boeing, salah satunya lembaga berstandar internasional.
Kemudian, kata Ramadhan, Boeing menunjuk ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial yang ditujukan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi ahli waris korban.
Namun, kata dia, ACT tidak menginformasikan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai dan progres pekerjaan yang dikelola ACT.
“Diduga ACT tidak merealisasikan semua dana sosial tersebut, namun sebagian dari dana sosial tersebut digunakan untuk membayar gaji ketua, pengurus, pembina, dan staf serta digunakan untuk menunjang fasilitas dan kegiatan untuk kepentingan pribadi ACT. Ahyudin dan wakil ketua dewan,” kata Ramadhan.
Ramadhan mengatakan kasus itu masih dalam penyelidikan. Penyidik sedang menyelidiki dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga: Anies Baswedan hormati proses hukum kasus ACT
Baca juga: Polri selidiki penyelewengan dana korban kecelakaan Lion Air oleh ACT
Reporter: Laily Rahmawaty
Redaktur: Budisantoso Budiman
Redaksi Pandai 2022