Perwira TNI AU mengatakan pengadaan helikopter AW 101 dilakukan sebelum kontrak

Kata-kata asisten bintang dua, jika orang mengatakan, bukan kata-kata kaleng.

Jakarta (Partaipandai.id) – Direktur Pusat Kelaikan Udara dan Keselamatan Kerja TNI AU Marsekal Pertama (Marsma) Fachri Adamy mengatakan, pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 sudah dilakukan sebelum penandatanganan kontrak.

“Pekerjaan sedang berlangsung sebelum kontrak ditandatangani?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

“Siap,” jawab Fachri.

Marsma Fachri Adamy menjadi saksi Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 TNI Angkatan Udara 2016 yang menelan biaya negara Rp738. 0,9 miliar.

Saat pengadaan Helikopter AW 101, Fachri menjabat sebagai Kadisada AU sekaligus pembuat komitmen (PPK) periode 20 Juni 2016 hingga 2 Februari 2017.

Dalam dakwaan, Fachri lah yang menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan helikopter AW 101 dan kontrak jual beli senilai Rp.

Fachri mengaku telah dipanggil oleh Asisten Perencanaan dan Penganggaran (Asrena) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Supriyanto Basuki bahwa pengadaan helikopter AW 101 sudah mencapai 60 persen meski kontrak belum diteken. tertanda. Kontrak baru ditandatangani pada 29 Juli 2016.

“Saya tidak memiliki pikiran negatif karena lembaga komunikasi militer penyamarataan menjadi panduan. Komunikasi itu pedoman, sedangkan dalam kontrak 20-30 persen tidak ada aturan yang mengikat, jadi saya sampaikan ke sekretaris saya, tolong lakukan itu,” kata Fachri.

Fachri mengatakan, sejak menjadi PPK pada 23 Juni 2016, dia mewarisi 80 persen kegiatannya dari PPK sebelumnya.

“Yang jelas saya sudah masuk prakualifikasi pemenang karena pekerjaan yang saya lakukan tertinggal aanwijzingTinggal empat kegiatan lagi, lelang, lelang, dan penetapan pemenang,” tambah Fachri.

Ketua majelis hakim, Djumyanto bertanya, “Dalam BAP Saudara mengatakan ‘Saya sebagai PPK dan ULP tidak bisa lagi berbuat apa-apa kecuali mematuhi aturan pimpinan dalam usulan perintah yang menyebutkan helikopter AW 101’. aturan pimpinan?”

“Karena usulan pemesanan berasal dari yang sebelumnya, kami hanya tinggal memesan, kami tidak berhak mengubah usulan pemesanan,” jawab Fachri.

“Tadi Anda mengatakan bahwa dalam penyusunan kontrak, Asrena mengatakan bahwa 60-70 persen pengadaan sudah selesai. Apakah Asrena menunjukkan dokumen jika benar pemasok telah menyelesaikan 70 persen pekerjaan?” tanya hakim Djumyanto.

“Tidak ada, kami hanya percaya kerja Asrena di sana sudah mencapai 60-70 persen,” jawab Fachri.

“‘Draf kontraknya baru dibuat, kok pengerjaannya sudah 60 persen?” tanya hakim.

“Kata-kata asisten bintang dua itu, kalau orang bilang, itu bukan omong kosong karena apa yang dia jelaskan, dia memberi keyakinan bahwa pekerjaan sudah selesai 60-70 persen dan itu juga tidak diatur dalam peraturan presiden jika tahap pertama 20 persen. , tapi bisa dilakukan berdasarkan prestasi kerja,” jawab Fachri.

Fachri diketahui telah menjadi tersangka di POM TNI namun POM TNI telah menutup penyidikan kasus tersebut.

“Saya tidak lagi menjadi tersangka karena penyidikan sudah ditutup. Karir saya hancur karenanya,” kata Fachri.

JPU KPK mendakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 perserikatan rahasia Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) 1 KUHP.

Baca juga: Pati TNI AU membenarkan dana komando pengadaan Helikopter AW 101
Baca juga: Saksi mengatakan dana komando tidak ada dalam nomenklatur

Reporter: Desca Lidya Natalia
Redaktur: D.Dj. Kliwantoro
Redaksi Pandai 2022

Sumber

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *