Menurut Abdullah, Direktur Lembaga Studi Pelayanan Publik (LKPP Jatim) Jawa Timur, hal itu sah-sah saja dalam demokrasi. Karena siapa pun berdasarkan undang-undang memiliki hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan
SURABAYA, Partaipandai.id – Politik dinasti masih menjadi ciri demokrasi di tanah air, termasuk Jawa Timur. Tongkat kepemimpinan tidak hanya diturunkan dari orang tua kepada anak tetapi juga dari suami ke istri seperti di Banyuwangi. Ipuk Fiestiandani mendapat rekomendasi dari DPP PDIP untuk mencalonkan diri sebagai calon Bupati menggantikan suaminya, Abdullah Azwar Anas, yang pernah memimpin Banyuwangi selama dua periode.
Menurut Abdullah, Direktur Lembaga Studi Pelayanan Publik (LKPP Jatim) Jawa Timur, hal itu sah-sah saja dalam demokrasi. Karena siapa pun di bawah hukum memiliki hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan.
“Secara hukum, setiap orang berhak mencalonkan dan dicalonkan, sepanjang memiliki kualitas dan rekam jejak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang, seperti tidak tersangkut masalah hukum dan tidak dicabut hak politiknya, kata Abdullah, Rabu (15/7).
Meski secara regulasi, dinasti politik diperbolehkan. Namun ia justru menyebut etika politik yang mengganggu rasa keadilan. Karena dapat melahirkan oligarki (kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok kecil).
“Dinasti politik justru akan menghancurkan demokrasi itu sendiri, karena akan melahirkan oligarki politik, dan selama pelaksanaan pilkada langsung pasca reformasi ini tumbuh cukup dini di daerah. Jadi jangan heran jika kepala daerah di satu daerah seolah-olah memiliki jabatan yang diwarisi dari nenek moyangnya,” kata Abdullah.
Abdullah melanjutkan, hanya rakyat yang bisa memutuskan untuk menghentikan dinasti politik. Caranya adalah dengan meningkatkan kesadaran politik di masyarakat, mengingat dengan sistem pemilihan langsung, suara rakyat menjadi penentu. Saya kira itu akan mematahkan praktik dinasti politik,” pungkas Abdullah. (mdr/ns)