Memuat…
Putri Candrawathi menghadiri sidang Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto/SINDOnews
Dalam persidangan di hadapan majelis hakim, terungkap Putri Candrawathi yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut masih bertemu dengan Brigadir J. Hal itu juga berdasarkan keterangan saksi ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani karena Putri Candrawathi berusaha tegar meski meskipun dia adalah korban.
Psikolog Forensik Reni Kusumowardhani dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan Putri Candrawathi menyatakan, mayoritas korban kekerasan seksual yang tercatat melakukan pembelaan jiwa ketimbang visum atau melapor ke polisi untuk kekerasan seksual yang mereka alami.
Baca juga: Psikolog Forensik Nilai Pernyataan Putri Candrawathi tentang Kekerasan Seksual Kredibel
“Kalau dilihat dari Masyarakat Riset Yudisial Indonesia tahun 2021, dimana margin of error 2% dari data populasi menunjukkan bahwa sebagian besar akan menarik diri, takut, malu, merasa bersalah, siapa yang bisa menggunakan tiga tanggapan ini,” ujar Reni , Senin (26/12/2022).
Baca juga: Psikolog Forensik Catat Pengakuan Ketakutan Putri Candrawathi pada Ferdy Sambo
Alasan tersebut dapat disebabkan oleh stigma negatif yang diberikan kepada korban, khususnya perempuan, sehingga menimbulkan sikap masyarakat yang menyalahkan korban, baik dari masyarakat maupun aparat penegak hukum. Oleh karena itu, para korban merasa tidak dapat menemukan tempat yang aman dan mendukung pemenuhan akses mereka terhadap keadilan. Padahal, siapapun korbannya harus mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungan.
Dari seluruh responden yang disurvei, masyarakat memiliki pandangan yang menyalahkan korban (victim blaming), bahwa kekerasan seksual dapat terjadi akibat perilaku atau pilihan hidup korban. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat masih cenderung menyalahkan seksualitas korban, terutama jika korbannya adalah perempuan/anak perempuan.
Bahkan, bukan tidak mungkin Putri Candrawathi bertemu dengan Briptu J setelah mengalami perkosaan karena berusaha tegar mempertahankan jiwanya setelah menjadi korban kekerasan seksual.
“Secara teori, apa yang terjadi pada Putri Candrawathi lebih sesuai dengan respon kontrol. Jadi seolah-olah tidak ada emosi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu adalah bentuk mekanisme pertahanan untuk tetap kuat, mekanisme pertahanan mental. ,” pungkas Reni Kusumowardhani di persidangan.
Berdasarkan survey Indonesia Judicial Research Society (IJRS) tahun 2021, korban kekerasan seksual sering terjadi di depan umum. Namun, masalahnya, mayoritas dari mereka yang menjadi korban kekerasan seksual tidak melaporkannya.
Hal ini berdasarkan survey IJRS dikarenakan adanya hambatan psikologis seperti rasa takut, malu, dan perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka alami.
(keripik)