Sidang korupsi RSUD Lombok Utara menghadirkan saksi ahli Guru Besar UII

Kerugian negara harus nyata, tidak bisa menggunakan sistem tebak-tebakan atau angan-angan

Mataram (Partaipandai.id) – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penambahan ruang operasi dan ICU RSUD Lombok Utara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin, menghadirkan saksi ahli. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Profesor Mudzakir.

Mudzakir dihadirkan untuk memberikan pandangan hukum dalam kapasitasnya sebagai saksi yang meringankan bagi empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi, yakni Sulaksono, Darsito, Samsul Hidayat, dan Bakri.

Dalam kesempatan itu, Mudzakir memaparkan pandangan hukumnya terhadap lembaga negara yang berhak menghitung kerugian dalam kasus korupsi.

“Sesuai konstitusi, hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berhak memeriksa kerugian negara. Lembaga lain tidak bisa,” kata Mudzakir di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Sri Sulastri.

Baca juga: Kejaksaan NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara sebagai tersangka kasus korupsi proyek RSUD

Dasar pemeriksaan kerugian negara, lanjut Mudzakir, telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penegakan Hukum. Penyusunan Hasil Rapat Paripurna. Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Mahkamah.

“Dari ketiga peraturan tersebut, jelas dasar hukum BPK adalah melakukan pemeriksaan kerugian negara,” katanya.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek RSUD Lombok Utara, kejaksaan bekerja sama dengan Inspektorat NTB sebagai pihak yang melakukan pemeriksaan kerugian negara. Hasil pemeriksaan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) ditemukan kerugian negara sekitar Rp. 1,75 miliar.

Jumlah ini jauh lebih besar dari temuan kerugian awal dari audit rutin BPK sebesar Rp. 212 juta dari total anggaran proyek sebesar Rp. 6,4 miliar dalam APBD 2019.

Baca juga: Wakil Bupati Lombok Utara tidak memenuhi panggilan kejaksaan NTB atas dugaan korupsi

Terkait langkah kejaksaan untuk menggunakan hasil pemeriksaan Inspektorat NTB sebagai bukti lengkap kasus tersebut, Mudzakir mengatakan hal itu inkonstitusional atau bertentangan dengan konstitusi.

Namun, Mudzakir menambahkan, belum ada akibat hukum terkait upaya jaksa atau penyidik ​​untuk bekerjasama dengan ahli audit di luar BPK.

“Jadi, sejauh ini tidak apa-apa. Asal untuk kepentingan internal,” kata Guru Besar UII itu.

Mudzakir juga menjelaskan, lembaga di luar BPK boleh saja melakukan pemeriksaan kerugian negara, namun syaratnya harus ada rekomendasi dari BPK.

“Artinya lembaga lain sudah mendapat tugas langsung dari BPK untuk melakukan audit,” tambahnya.

Selanjutnya mengenai tata cara penghitungan kerugian negara, beliau mengatakan bahwa kerugian total dan potensi kerugian sudah tidak berlaku. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Intinya sistem itu melanggar kepastian hukum. Oleh karena itu, cara penghitungan kerugian negara harus dilakukan secara sistematis kerugian faktual atau kerugian nyata. Artinya kerugian negara harus nyata, tidak bisa menggunakan sistem tebak-tebakan atau angan-angan,” kata Mudzakir.

Reporter: Dhimas Budi Pratama
Redaktur: Didik Kusbiantoro
Redaksi Pandai 2022

Sumber

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *