Jakarta (Partaipandai.id) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro memprediksi peluang parpol baru lolos ke parlemen pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kecil.
“Peluang partai-partai baru tidak besar karena mereka memperebutkan jumlah yang sama, kecuali partai Islam yang jumlahnya tidak banyak. Tidak prospektif,” kata Siti Zuhro saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Partai berbasis massa muslim yang dimaksud peneliti senior antara lain Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) bentukan mantan elite PKS Anis Matta dan Fahri Hamzah.
Partai Ummat yang dibentuk oleh pendiri PAN Amien Rais, dan Partai Pelita yang digagas oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Partai Masyumi yang “Dilahirkan Kembali” didirikan oleh mantan politisi PPP Ahmad Yani, dan Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI).
Selain partai-partai Islam yang memperjuangkan basis massa yang sama, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang dipimpin mantan anggota DPR dari Fraksi Demokrat I Gede Pasek Suardika, dan Partai Buruh yang dipimpin Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, juga berusaha menjadi kontestan pada Pilkada 2024.
Baca juga: 7 Sekjen parpol nonparlemen bertemu untuk menyatukan langkah menghadapi pemilu 2024
Menurut Siti, meski lolos verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai baru masih harus bekerja keras untuk melewati ambang batas parlemen empat persen.
Perjalanan pilkada menunjukkan hanya segelintir partai baru yang masuk ke Senayan.
Dari sembilan partai yang lolos dari ambang batas parlemen empat persen pada pemilihan umum 2019, tidak ada satu pun partai baru.
“Jadi, fenomena empirisnya tidak mudah bagi partai baru untuk mendapatkan kursi di DPR RI, kalaupun bisa di daerah provinsi, DPRD kabupaten/kota akan lolos,” kata Siti.
Di sisi lain, ada partai lama yang sebelumnya meraih kursi di DPR RI, namun pada pemilu 2019 gagal memenuhi ambang batas parlemen.
Partai yang dimaksud adalah Partai Hanura. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi partai politik untuk mengikuti pemilu, terutama bagi partai-partai baru.
Baca juga: Demokrat berharap parpol baru akan melindungi demokrasi di Indonesia
“Yang mengkhawatirkan, partai yang sudah ada di DPR bisa tersingkir, sedangkan partai baru belum tentu masuk,” imbuhnya.
Siti melanjutkan, banyaknya partai Islam baru bisa merugikan partai berbasis massa Muslim yang ada terlebih dahulu, dalam merangkul atau mempertahankan pemilih.
“Itu namanya juga kompetisi, kontestasi pemilu. Jadi, itu ancaman bagi partai-partai Islam seperti PAN, PKB, PPP, PKS,” kata Siti.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan terpecahnya partai Islam, maka partai nasionalis beruntung. Hal ini terbukti pada Pemilu 1955, di mana partai-partai berbasis massa Muslim memperoleh lebih dari 40 persen suara, namun menurun pada pemilu-pemilu berikutnya.
“Pada pemilu berikutnya, pada masa Orde Baru dan Reformasi, suara Muslim (partai politik) turun. Sekarang sekitar 30 persen,” kata Siti.
Baca juga: Partai Gelora menanggapi parpol baru dinilai sulit bersaing di 2024
Reporter: Gracia Simanjuntak
Editor: Joko Susilo
Redaksi Pandai 2022