Jakarta (Partaipandai.id) – Dua angkatan laut Joseon pimpinan Laksamana Yi Sun-shin (Park Hae-il) dan Jepang pimpinan Wakizaka Yasuharu (Byun Yo-han) saling berhadapan di timur Pulau Hansan pada 1592.
Bagi Joseon, pertempuran ini menjadi momen kritis mereka sedangkan bagi Jepang, itu menandai berakhirnya penaklukan Joseon. Khusus bagi Yi, pertarungan ini lebih kepada membela kebenaran.
Laksamana Yi dan armada gabungan Joseon memiliki rencana tempur khusus, yang menggunakan serangan musuh untuk mengepung armada mereka. Yi membangun benteng laut melalui formasi sayap bangau, yang biasanya dilakukan di darat tetapi tidak di laut.
Baca juga: Film “Limit” menceritakan tentang misi Lee Jung-hyun untuk menyelamatkan seorang anak yang diculik
Baca juga: Film “Decision to Leave” akan mewakili Korea Selatan di Oscar 2023
Inilah alasan beberapa pengikut Yi ragu-ragu untuk bertindak di luar batas dan membahayakan pasukan.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Ide Yi untuk menggunakan formasi sayap bangau tidak muncul begitu saja, melainkan dari mimpi Yi ketika dia dibombardir dengan anak panah dan terjebak di sebuah benteng.
Tak hanya strategi, Yi dan pasukannya juga berencana memanfaatkan kekuatan monster laut legendaris bernama Geokbukseon yang bagi Wakizaka tak lain adalah objek jahat yang sangat ingin ia hancurkan.
Kapal digambarkan memiliki port meriam di semua sisi, dek ditutupi dengan paku besi dan kepala naga besi di bagian depan. Kepala naga besi itu cukup berat sehingga memperlambat kecepatan kapal. Belum lagi, kepala naga sering terjebak di kapal perang kayu lawan dan sulit bagi kapal untuk melarikan diri setelah melakukan serangan.
Namun, mata-mata Wakizaka berhasil mencuri cetak biru kapal. Apa yang akan Yi lakukan?
Di sisi lain, Wakizaka bersiap untuk melawan Geokbukseon dengan menutupi lambung kapalnya dengan panel besi dan memuat dengan meriam. Lalu apakah hanya ini yang dia siapkan untuk melawan armada Joseon?
Sutradara Kim Han-min menggambarkan pertempuran di Hansan dengan jelas melalui film berdurasi 130 menit, yang merupakan prekuel dari “Roaring Currents” dari Trilogi Laksamana Yi.
Informasi sejarah termasuk tokoh-tokoh yang terlibat ditampilkan dengan jelas. Penonton di luar Korea mungkin bisa pelan-pelan memahami perang yang terjadi antara Korea dan Jepang di era 1592, meski awalnya cukup membingungkan.
Mengenai kapal kura-kura, Kim Han-min menambahkan imajinasinya dan tim karena sedikit yang diketahui tentang kapal perang ini termasuk tampilannya, cara kerjanya dan total lantai yang dimilikinya.
Berbagai efek visual dan suara digabungkan, menciptakan pengalaman menonton yang menarik dan mendebarkan. Pada konferensi pers yang dikutip oleh Yonhap, Kim Han-min mengatakan tim merekam semua adegan pertempuran laut dari satu set di gelanggang es daerah Gangneung, ditambah teknik CGI dan VFX untuk menunjukkan kekacauan perang secara real time.
Akting para aktor mumpuni mulai dari Park Hae-il, Byun Yo-han, Ahn Sung-ki, Gong Myoung hingga Taecyeon dari grup idola K-pop 2PM juga tak lepas dari film yang akan tayang di bioskop Indonesia mulai tahun ini. 24 Agustus.
Kim Han-min menunjukkan betapa rumitnya pemikiran Yi untuk membuat rencana termasuk bagaimana meningkatkan kekuatan kapal penyu. Dia menggambarkan Laksamana sebagai orang yang dengan tenang menilai situasi, jarang berbicara tetapi menjadi musuh yang kuat secara tak terduga menurut Wakizaka.
Tidak hanya sebagai pejuang, Yi juga merupakan ahli strategi cerdas yang berhasil memenangkan pertempuran terbesar selama perang Joseon-Jepang. Menurut sejarah, dia menghancurkan setidaknya 47 kapal Jepang, menangkap 12 kapal dan mampu menguasai laut selatan.
Kim Han-min mengatakan gambar Yi milik aktor Park Hae-il yang sekarang berusia 40-an.
Hal ini kontras dengan karakter Wakizaka yang diperankan oleh Byun Yo-han. Dia menyamakan kedua sosok ini dengan air dan api. Yi air, sedangkan Wakizaka api.
Wakizaka digambarkan berapi-api ketika berbicara, memiliki ekspresi serius dan kejam. Seperti Yi, dia juga ahli strategi perang.
Byun Yo-han harus melakukan semua dialog film dalam bahasa Jepang kuno. Dia pada konferensi pers mengatakan guru bahasa Jepangnya bekerja sangat keras untuk film ini. Guru bahkan harus melakukan penelitian sebelum mengajar Yo-han.
“Hansan: Rising Dragon” yang berlatar sejarah, yaitu pada tahap awal invasi Jepang ke Korea (1592-1598), juga ditandai dengan pengkhianatan, penyamaran, dan pembelotan. Peran perempuan tidak ketinggalan menjadi bagian penting dalam film tersebut.
Sosok ini adalah Jeong-Bo-reum yang diperankan oleh aktor Kim Hyang-gi. Meski tidak banyak muncul, ia menjadi karakter penting yang mampu melukai Wakizaka namun berharap pada Yi dan pasukannya.
Di Korea Selatan, “Hansan: Rising Dragon” melampaui total 6 juta penonton bioskop pada 15 Agustus lalu dan membutuhkan waktu kurang dari 20 hari untuk mencapai tonggak sejarah tersebut, menurut Dewan Film Korea.
Baca juga: Sutradara “Hansan” mengaku terpesona dengan sosok Laksamana Yi Sun-shin
Baca juga: “Deklarasi Darurat” menimbulkan ketegangan
Baca juga: Tokyo Film Festival menambah venue untuk mengantisipasi peningkatan pengunjung
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Redaksi Pandai 2022