loading…
Hadyu diwajibkan kepada yang melaksanakan haji tamattu’ dan qiran. Ilustrasi: al-Quran Reading
Sayyid Sabiq melalui kitabnya, Fiqih Sunnah, turut mengartikan hadyu, yaitu hewan kurban yang disembelih di Tanah Haram dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Adapun hadyu menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir-nya, adalah binatang kurban yang dibawa oleh orang yang menunaikan haji atau umrah dan disembelih pada akhir hari haji atau umrahnya. Hewan hadyu berupa unta, sapi atau kambing.
Dalil disyariatkannya hadyu berdasarkan firman-Nya dalam surah Al Hajj ayat 36-37. Juga disandarkan pada perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana beliau berkurban sebanyak 100 ekor unta, dan kurbannya diniatkan karena Allah SWT.
Hadyu diwajibkan kepada yang melaksanakan haji tamattu’ dan qiran, jika keduanya bukan penduduk kota Makkah, hadyunya adalah seekor kambing, atau sepertujuh 1/7 unta, atau sepertujuh (1/7) sapi.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijridalam kitab “Mukhtasar Al Fiqh al Aslamii” yang diterjemahkan Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. menjadi “Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah” (IslamHouse, 2012) menjelaskan barang siapa yang tidak menemukan hadyu atau tidak mampu, ia puasa tiga hari dalam haji sebelum Arafah atau sesudahnya dan hari terakhirnya adalah hari ketiga belas (13) dan ia lebih utama, dan tujuh (7) hari apabila sudah pulang kepada keluarganya. Adapun yang melaksanakan haji ifrad, maka tidak ada hadyu atasnya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ تِلۡكَ عَشَرَةٞ كَامِلَةٞۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ [البقرة: ١٩٦]
“…Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya”. [ QS Al-Baqarah/2 :196]
Setiap hadyu atau memberi makan, semuanya untuk fakir miskin tanah haram, sembelihan dan pembagian, fidyah gangguan dan pakaian dan semisalnya. Dam karena terhalang di tempat ditemukan sebabnya. Hukuman/balasan berburu di tanah haram adalah untuk fakir miskin tanah haram, dan boleh berpuasa di semua tempat.
Hadyu tamattu’ dan qiran, disunnahkan makan darinya, menghadiahkan dan memberi makan darinya kepada fakir miskin tanah haram.
Orang yang terhalang wajib menyembelih hadyu yang dia mampu, kemudian ia mencukur. Jika ia tidak mendapatkan hadyu, ia bertahallul dan tidak ada kewajiban apa-apa atasnya.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam kitabnya mengemukakan pendapat para ulama terkait waktu penyembelihan hewan kurban dalam pelaksanaan haji. Menurut Imam Syafi’i, waktu menyembelih hadyu pada hari Nahar (10 Zulhijah) dan tiga hari tasyrik (11, 12, 13 Zulhijah).
Imam Malik dan Ahmad menyebut hadyu baiknya disembelih pada hari Nahar. Ini juga pendapat para ulama mazhab Hanafi sebagai hadyu pada haji tamattu atau qiran.
Adapun tempat penyembelihan hadyu, harus disembelih di Tanah Haram. Wilayah mana saja di Tanah Suci, boleh dijadikan tempat sembelihan hadyu. Namun yang paling utama adalah di Mina bagi orang yang menunaikan haji, dan di Marwa bagi jemaah umrah.
Tetapi ada juga ulama yang berpandangan bahwa hadyu diperkenankan untuk disembelih di luar Tanah Haram.
(mhy)