memuat…
BMKG mengajak masyarakat untuk memanen air hujan sebagai langkah mitigasi musim kemarau. Foto/SINDOnews
“Sementara masih hujan, kami menghimbau kepada seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mengambil tindakan memanen air hujan dengan cara mengumpulkannya menggunakan penampungan air atau bak penampungan,” kata Dwikorita dalam keterangannya (15/2/2023).
“Pada musim kemarau nanti, airnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dampak kekeringan akibat musim kemarau. Terutama daerah rawan kekeringan seperti provinsi Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB,” ujarnya.
Dwikorita mengatakan, dalam beberapa bulan mendatang, curah hujan dengan intensitas rendah diprediksi akan terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Baca juga: BNPB Siapkan Antisipasi Musim Kemarau 2023
Sektor-sektor yang terdampak seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, dan kebencanaan, kata Dwikorita, perlu melakukan langkah-langkah antisipatif untuk meminimalisir potensi dampak kekeringan akibat kondisi curah hujan yang rendah tersebut.
“Kondisi cuaca kering ini berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Langkah pencegahan harus dilakukan oleh semua pihak terkait sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi,” imbuhnya.
Plt. Deputi Klimatologi BMKG Dodo Gunawan menjelaskan, setelah mengalami kondisi La Nina selama tiga tahun terakhir (2020-2022) yang mengakibatkan iklim basah. Baca juga: 6 Provinsi Rawan Karhutla, BNPB Siapkan Tiga Skenario Penanganan
Pemantauan terkini suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menunjukkan bahwa saat ini intensitas La Nina terus melemah, dengan indeks pada awal Februari 2023 sebesar -0,61.
Kondisi La Nina ini, lanjut Dodo, diprediksi akan terus melemah dan bergeser menuju kondisi netral pada Februari – Maret 2023. Kondisi ENSO yang netral diprediksi masih berlanjut hingga pertengahan tahun 2023.
Kondisi itu, kata dia, menyebabkan musim kemarau 2023 lebih kering dibandingkan 3 tahun terakhir.
(pagi)