Denpasar (Partaipandai.id) – Kesuksesan KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 bukan tanpa kritik, namun kritik yang muncul ternyata tidak substansial, misalnya isu lingkungan yang menjadi salah satu tema yang dibahas dalam KTT tersebut. dihadiri oleh 17 dari 20 negara anggota.
Ada juga kritik lain mengenai utang sebagai “efek samping” dari hasil KTT G20, namun kritik ini justru datang dari kalangan non-ahli, karena kritik tersebut bukan datang dari kalangan ekonom, melainkan dari kalangan dokter. Mirip dengan tema olahraga yang berasal dari ahli agama. Dimana hubungannya? Seperti gosip berbasis media (gosip digital).
Tidak boleh mengkritik, tapi kalau tidak bersumber dari keahlian pasti akan ada bias, apalagi kritik justru muncul saat KTT G20 masih setengah jalan, sehingga terkesan kritik hanya sekadar mengkritik, tanpa memantau proses pelaksanaannya. KTT G20 dari hari ke hari.
Apalagi ada juga rumor yang tidak substansial (sesuai tema KTT G20), tapi cenderung personal, seperti Ibu Negara Iriana terpeleset, Biden tersandung, Presiden Jokowi berbahasa Inggris, sepatu Sri Mulyani, julukan Jokowi untuk orang Tionghoa. Presiden Xi Jinping, dan seterusnya.
Gosip digital bukan hanya sama sekali tidak substansial, tetapi juga sangat sensasional untuk hal-hal yang murni viral, karena sifatnya yang sangat individual dan jauh dari kepentingan publik. Ya, hanya kepentingan pribadi yang bisa politik/pemilu, ekonomi/bisnis, SARA, radikal, dan sebagainya.
Secara jurnalistik, kritik tanpa narasumber yang kompeten/ahli sebaiknya ditinggalkan karena hanya membuang energi alias tidak bermanfaat. Juga, kritik yang bersifat pribadi atau tidak substansial harus diabaikan, karena sama sekali tidak terkait dengan kepentingan publik, kecuali orang membencinya tanpa logika.
Bahkan ada juga yang berkomentar bahwa pemerintah membungkam demokrasi untuk kepentingan negara maju atau negara anggota KTT G20, padahal demonstrasi masih berlangsung, sehingga tidak ada komentar yang membungkam demokrasi. dikabarkan.
Memang ada pembatasan wilayah untuk demonstrasi, bukan berarti diam, karena demonstrasi tetap ada, tetapi ada pembatasan untuk menghormati tamu (tamu negara). Gubernur Bali Wayan Koster menilai, tindakan memecahkan kaca saat ada tamu yang berkunjung ke rumah itu tidak bijak atau kurang menghormati tamu.
Tak hanya kepada tamu, hujatan melalui gosip digital juga ditujukan kepada pembawa acara, yakni Ibu Negara Iriana Jokowi, seperti akun Twitter @KoprofilJati yang diduga menyindir atau menghina Ibu Negara yang mencapai trending nomor satu di Twitter Indonesia dengan 23,8 ribu tweet.
Akun @KoprofilJati memposting foto Ibu Negara Iriana Jokowi berfoto bersama dengan Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon-hee di KTT G20, kemudian diisi dengan narasi, “Bu, tolong buatkan tamu kami minum” dan “Oke, Bu .” Mayoritas netizen menganggap cuitan itu menghina.
Ya, mayoritas pengguna media sosial masih belum mampu memasuki dunia maya untuk hal-hal yang berguna bagi kehidupan, melainkan hanya tentang gosip secara digital, seperti hinaan, ujaran kebencian, SARA, radikalisme, dan hal-hal yang tidak menghargai perbedaan yang telah menjadi sunnatullah (hukum alam) untuk saling mengenal dalam kemanusiaan secara indah.
Mengenai tema lingkungan hidup yang ditonjolkan oleh mahasiswa yang melakukan demonstrasi pada KTT G20 hari kedua (16/11/2022), tampaknya menjadi salah satu dari tiga tema utama G20, yaitu energi terbarukan (energi dan energi). perubahan iklim).
Dua tema utama lainnya yang dibahas pada hari pertama (15/11/2022) adalah transformasi digital/digitalisasi ekonomi (sesi pertama) dan desain/arsitektur kesehatan global (sesi kedua). Bahkan KTT G20 di Bali juga mengedepankan tema “plus” yang bukan menjadi tema utama KTT tersebut, yaitu pentingnya menghentikan konflik Rusia-Ukraina yang sangat mempengaruhi tatanan ekonomi global.
Ya, kepemimpinan Indonesia di G20 telah berhasil melahirkan “Bali G20 Leaders Declaration”, meski awalnya banyak pihak yang meragukannya. Dalam penyusunan deklarasi 52 paragraf tersebut, sikap perang di Ukraina merupakan yang paling keras dan sangat diperdebatkan.
Pembahasan mengenai hal tersebut, diakui Presiden Jokowi, sangat alot dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati isi deklarasi tersebut, yakni kecaman perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah, melanggar keutuhan wilayah.
G20 membahas dampak perang terhadap kondisi ekonomi global. Perang di Ukraina telah menyebabkan rakyat menderita dan memperburuk perekonomian global yang masih rapuh akibat pandemi, yang berisiko menimbulkan krisis pangan, krisis energi, dan potensi krisis keuangan.
Intinya, penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir tidak dapat diterima. Penyelesaian konflik secara damai, upaya mengatasi krisis, serta diplomasi dan dialog, sangat penting. Saat ini tidak ada perang. Pada saat kritis dalam ekonomi global ini, G20 harus mengambil tindakan yang nyata, tepat, cepat, dan perlu, dengan menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia. Hal ini untuk mengatasi tantangan bersama, antara lain melalui kerja sama kebijakan makro internasional dan kerja sama nyata.
“Khittah” G20
Selain pesan perdamaian atau mengakhiri perang yang menjadi tema “plus”, G20 Bali juga dinilai berhasil dalam tiga tema yang menjadi khittah (garis/tujuan perjuangan) G20, yaitu transformasi digital/digitalisasi ekonomi, desain/arsitektur kesehatan global, dan energi terbarukan (energi dan perubahan iklim).
Buktinya, G20 Bali menghasilkan beberapa hasil konkrit, antara lain terbentuknya “dana pandemi” yang pada akhir KTT (16/11/2022) telah terkumpul US$1,5 miliar, meski komitmen dukungan masih dalam proses. Juga, pembentukan dan operasionalisasi ketahanan dan kepercayaan keberlanjutan di bawah Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 81,6 miliar Dolar AS untuk membantu negara-negara yang menghadapi krisis.
Selain itu, tema energi/lingkungan juga menyepakati komitmen bersama yaitu minimal 30 persen daratan dunia dan 30 persen lautan dunia dilindungi pada tahun 2030. Ini sangat baik dan melanjutkan komitmen untuk mengurangi degradasi lahan dengan 50 persen pada tahun 2040 secara sukarela. “Saya kira hasil konkretnya begitu,” kata Presiden Jokowi.
Juga, mekanisme transisi energi, khusus untuk Indonesia, memperoleh komitmen dari Program Transisi Energi Adil sebesar US$20 miliar. Pada peluncuran Indonesia Energy Transition Mechanism Country Platform, Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa juga berencana mengalokasikan dana lebih dari US$2 miliar untuk mendukung transisi energi Indonesia.
Pencairan dana dari ADB diproyeksikan untuk mempercepat penutupan PLTU Cirebon di Jawa Barat yang berkapasitas 660 megawatt. ADB telah menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama dengan Cirebon Electric Power (CEP), PT PLN (Persero), dan Otoritas Investasi Indonesia (INA) yang menjadi dasar kemitraan tersebut.
Terkait transformasi digital, anggota G20 menghasilkan Bali Leaders’ Declaration yang juga memuat isu transformasi digital. Dari 52 butir yang tertuang dalam Deklarasi Bali, setidaknya ada enam poin yang menunjukkan komitmen G20 terhadap perkembangan terkini dunia digital.
Anggota G20 pada Deklarasi Bali sepakat bahwa dunia perlu meningkatkan kolaborasi untuk mengembangkan kapabilitas digital dan literasi digital masyarakat, khususnya bagi perempuan dan kelompok rentan. Pelatihan literasi digital juga akan diberikan kepada siswa, guru, pimpinan sekolah dan profesi lain yang terkait dengan pendidikan. Hal ini penting untuk mencegah gosip digital, hinaan, ujaran kebencian, SARA, radikalisme, dan hal-hal yang tidak menghargai perbedaan.
Anggota G20 dalam Deklarasi Bali juga menyatakan adanya peningkatan permintaan akan tenaga kerja yang mahir dalam menggunakan teknologi yang berkembang, pendidikan dan pelatihan, penambahan dan pelatihan ulang untuk memenuhi permintaan tersebut.
Sambil mengembangkan kemampuan dan literasi digital masyarakat, anggota G20 sepakat untuk mempercepat pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang aman dan berkapasitas tinggi, untuk pemulihan dan pemberdayaan di berbagai sektor pendidikan, termasuk untuk membangun sistem pangan dan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja dan pembangunan berkelanjutan dan kapasitas manusia yang layak, peningkatan produktivitas dan pro-usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Forum tersebut mendukung implementasi Roadmap G20 untuk Meningkatkan Pembayaran Lintas Batas. Mereka mendorong bank sentral dan otoritas keuangan publik serta industri pembayaran untuk bekerja sama meningkatkan pembayaran lintas batas.
Anggota G20 menyatakan dukungannya terhadap Kerangka Kerja Inklusi Keuangan Yogyakarta yang dipandu oleh Rencana Aksi Inklusi Keuangan G20 2020.
Keselarasan anggota G20 dengan digitalisasi dan pengembangan keuangan berkelanjutan juga ditunjukkan melalui dukungan untuk Prinsip Tingkat Tinggi G20/OECD yang diperbarui tentang Perlindungan Konsumen Keuangan dan Prinsip Tingkat Tinggi G20/OECD tentang Pembiayaan UKM.
Deklarasi Bali juga membahas ekosistem aset kripto, termasuk stablecoin. Anggota G20 setuju bahwa aset kripto harus dipantau dan tunduk pada regulasi, pemantauan, dan inspeksi untuk mengurangi potensi risiko terhadap stabilitas keuangan.
Mereka menerima proposal Dewan Stabilitas Keuangan G20 untuk membuat kerangka kerja internasional yang komprehensif untuk regulasi aset kripto. G20 melihat penting bagi publik untuk menyadari risiko aset crypto, memperkuat regulasi dan mempromosikan kesempatan yang sama sementara dunia menuai manfaat dari inovasi.
Deklarasi Bali juga menyoroti disrupsi yang terjadi di dunia kerja sebagai konsekuensi dari teknologi digital dan otomasi. Digitalisasi dan pandemi juga menjadi tantangan bagi banyak negara, terutama bagi perempuan, pemuda, pekerja lanjut usia, pekerja migran, dan penyandang disabilitas. Diperkirakan ada 2 miliar orang di dunia yang tidak bisa mengakses internet, termasuk di Indonesia.
Isu transformasi digital dalam Presidensi G20 Indonesia dibahas melalui sherpa track Digital Economy Working Group (DEWG) dan Digital Economy Minister Meeting (DEMM). Forum tersebut memiliki tiga bahasan utama, yaitu konektivitas digital dan pemulihan pasca pandemi COVID-19; keterampilan digital dan literasi digital; dan aliran data lintas batas.
Deklarasi Bali mendapat apresiasi dari sejumlah kepala negara dan pemerintahan yang hadir dalam KTT G20. Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan Deklarasi Bali substantif, komprehensif dan berorientasi pada tindakan. Deklarasi Bali juga dinilai menyampaikan pesan yang jelas untuk mengakhiri perang Rusia dengan Ukraina.
Apresiasi juga datang dari Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau yang menilai Indonesia mampu memimpin G20 di tengah situasi sulit dan ketegangan politik serta berhasil menghasilkan kesepakatan akhir. Kepemimpinan/kepresidenan Indonesia mampu menghasilkan Deklarasi Bali untuk G20 (G20 Bali Leaders’ Declaration), meskipun proses mencapai konsensus atau kesepakatan di forum G20 tidak pernah mudah.
Trudeau memuji Deklarasi Bali yang berhasil memuat pernyataan tegas, terutama dalam menanggapi invasi Rusia di Ukraina dan dampaknya yang dapat memicu krisis pangan dan perekonomian dunia. “Sekali lagi kita harus mengakui kepemimpinan Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo,” kata Trudeau saat konferensi pers usai KTT G20 (16/11/2022).
Redaksi Pandai 2022