Mataram (Partaipandai.id) – Kapolda Nusa Tenggara Barat Irjen Pol Djoko Poerwanto memutuskan memecat Brigadir Kepala Polisi (Bripka) MN atau M. Nasir, yang masih menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Satu Polisi (Briptu). HT atau Haerul Tamimi. .
Kabag Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Selasa mengatakan, keputusan itu diambil Kapolres NTB atas rekomendasi Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di tingkat Polres NTB.
“Jadi Kapolres NTB memutuskan memberhentikan sesuai dengan keputusan majelis etik yang sebelumnya merekomendasikan PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat) kepada MN (M. Nasir),” kata Artanto.
Ia mengatakan, penjatuhan sanksi berat yang berarti MN tidak lagi bertugas di kepolisian juga pernah dilakukan pada upacara PTDH di Polres Lombok Timur, dimana MN sebelumnya menjalankan tugasnya sebagai abdi negara.
“Pemecatannya sudah dilakukan di Polres Lombok Timur. Jadi statusnya sekarang warga biasa, bukan lagi anggota Polri,” ujarnya.
Baca juga: KKEP Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Bripka MN
Baca juga: Hakim Banding Mengurangi Hukuman Bripka MN Terkait Kasus Pembunuhan
Pemecatan MN merupakan tindak lanjut kasus penembakan terhadap Brigadir HT pada 25 Oktober 2021.
Peristiwa itu terjadi di pintu gerbang rumah korban di kawasan perumahan Griya Pesona Madani, Kabupaten Lombok Timur.
Dari hasil otopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram, korban dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak bersarang di dada kanan.
Hasil tersebut juga diperkuat dengan temuan di TKP, yakni dua selongsong peluru yang diduga berasal dari laras panjang V2 Sabhara Polri.
Penembakan anggota Humas Polres Lombok Timur itu juga terungkap dari pengakuan pelaku. Pengakuan itu disampaikan MN saat mengembalikan senjata api Sabhara Polri V2 ke tempat tugasnya.
Hakim Pengadilan Negeri Selong juga telah menyatakan MN bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Direncanakan. Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, MN divonis 17 tahun penjara, kurang satu tahun dari tuntutan jaksa.
Upaya hukum MN berlanjut ke tingkat banding. Dalam putusannya pada 8 September 2022, majelis hakim menjatuhkan vonis dengan mengubah hukuman dari 17 tahun menjadi 13 tahun penjara.
Terkait pengurangan hukuman MN, Putu Oka Bhismaning, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Lombok Timur yang mewakili jaksa penuntut umum, mengaku belum bisa berkomentar karena pihaknya belum menerima berkas putusan banding.
“Kami menunggu berkas vonis datang, baru bisa memberikan komentar,” kata Oka.
Reporter: Dhimas Budi Pratama
Editor: Chandra Hamdani Noor
Redaksi Pandai 2022