Butuh tindakan tegas dari KPK
Bandung (Partaipandai.id) – Kuasa hukum Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin Dinalara Butar Butar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menindak tegas auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nakal yang meminta uang kepada pemerintah daerah.
“Artinya kalau KPK berani mengatakan itu, KPK harus tegas terhadap BPK-nya menurut saya. Jangan sampai lembaga yang kita anggap terhormat untuk mencegah korupsi, justru harus dicurigai melakukan pemerasan,” kata Dinalara di di sela-sela sidang kasus dugaan tersebut. suap terhadap auditor BPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin.
Pernyataan Dinalara itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengimbau kepada seluruh pemerintah daerah agar tidak melayani auditor nakal yang meminta uang dalam pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah dengan tujuan untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). ).
Baca juga: Ketua KPK: Auditor berperan penting dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi
Dinalara mengatakan, pesan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga pernah disampaikan hakim anggota Fernando saat sidang dugaan suap auditor BPK RI untuk Perwakilan Jabar dalam agenda pemeriksaan saksi pekan lalu.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
“Artinya, sependapat dengan pendapat majelis hakim, Pak Fernando, pekan lalu. Padahal, dia memberi tahu Yukie Meistisia Ananda Putri dari kantor (saksi), kenapa memberikan uang kepada bandit BPK yang memeras itu,” kata Dinalar.
Ia berharap KPK tidak tinggal diam atas dugaan pemerasan yang kerap dilakukan oknum auditor BPK RI.
“Dengan kewenangan yang begitu besar, dia (BPK) bisa memeriksa semua lembaga di seluruh Indonesia, bahkan pengadilan dan KPK. Dia harus mengambil tindakan tegas dari KPK,” katanya.
Baca juga: Ihsan Ayatullah mengatakan dia memberi uang karena diminta oleh auditor BPK
Sebelumnya pada Kamis 18 Agustus 2022, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berpesan kepada seluruh pemerintah daerah terkait kasus laporan keuangan BPK yang terjadi di Pemprov Sulsel dan Pemkab Bogor.
“Setiap pemerintah daerah setiap tahun harus berurusan dengan auditor BPK, mohon agar jika ada permintaan uang seperti ini tidak dilayani. Segera laporkan ke inspektorat BPK agar diambil tindakan juga bagi auditor nakal,” kata Alex.
Dalam agenda sidang dugaan suap terhadap auditor BPK RI di Jawa Barat, para saksi yang dihadirkan jaksa KPK membeberkan modus-modus permintaan uang yang dilakukan oknum auditor BPK kepada pegawai Pemkab Bogor.
Baca juga: Saksi KPK mengungkap modus auditor BPK meminta uang kepada pegawai Pemkab Bogor
Salah satunya, Mujiyono, Kasubag Keuangan Kabupaten Cibinong, mengaku pernah dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, yang kini menjadi tersangka KPK.
Menurut dia, Gerri meminta Rp900 juta yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu untuk pekerjaan infrastruktur di beberapa desa di Kecamatan Cibinong.
“Setelah permintaan Gerri, saya laporkan ke camat, lalu camat panggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK untuk 10 persen infrastruktur,” katanya.
Mujiyono mengatakan, saat itu semua kepala desa keberatan dengan permintaan auditor BPK karena kondisi keuangan yang kurang baik. Bahkan lurah mengaku siap diaudit secara terbuka oleh auditor BPK terkait semua laporan pekerjaan infrastruktur.
“Jangankan menutupi Rp900 juta, untuk menangani COVID warga yang terpapar bingung. Gerri masih meminta uang antara lima persen hingga 10 persen. Saya sampaikan bahwa kepala desa siap diperiksa oleh BPK. Lurah tidak takut. ,” jelas Mujiyono.
Hal senada diungkapkan Achmad Wildan, Kepala Bagian Anggaran BPKAD Kabupaten Bogor, yang mengaku pernah dimintai uang dengan alasan biaya pengetikan oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah, yang kini juga menjadi tersangka BPK.
Saat itu, Wildan ingin memberikan uang tunai senilai Rp. 5 juta, namun Hendra menolak dengan alasan nominalnya terlalu kecil.
“Saya kasih awalnya Rp 5 juta, tapi Hendra menolak. Ditambah karena dua orang, katanya, bersama Pak Amir (pegawai BPK). Akhirnya ditambah lagi Rp 5 juta,” kata Wildan.
Reporter: M Fikri Setiawan
Redaktur: Didik Kusbiantoro
Redaksi Pandai 2022