Jakarta (Partaipandai.id) – Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Dittipideksus Bareskrim) Polri mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana sosial (Corporate Social Responsibility). (CSR) oleh manajemen Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“MPR meminta Polri menindak tegas para pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia juga meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengaudit dan menelusuri dana yang diduga disalahgunakan agar dapat diselidiki lebih lanjut jika dana sosial tersebut digunakan secara tidak semestinya.
Menurut dia, MPR juga berharap agar penyelewengan sudah dilakukan sejauh mana agar dapat diambil langkah-langkah lebih lanjut yang tepat agar dana sosial tidak terus disalahgunakan atau disalahgunakan.
“Pemerintah perlu memastikan agar dana sosial yang diduga disalahgunakan dapat dipertanggungjawabkan atau dikembalikan oleh pelaku, sehingga dana sosial tersebut dapat disalurkan sesuai peruntukannya,” ujarnya.
Baca juga: Ketua MPR: Percayakan Polisi Tangani Kasus Penembakan
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Bamsoet juga meminta pemerintah lebih berhati-hati dan meningkatkan pengawasan terhadap lembaga yang menghimpun dana masyarakat seperti ACT.
Selain itu, menurut dia, pemerintah perlu memastikan lembaga tersebut memiliki izin pengumpulan dana sosial yang jelas dan sesuai ketentuan hingga pelaporan pertanggungjawaban nanti.
Sebelumnya, empat pengurus dan mantan pengurus Yayasan ACT ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pidana penggelapan jabatan terhadap sumbangan rakyat dan dana CSR Boeing untuk ahli waris para korban kecelakaan pesawat JT-610.
Wakil Direktur Kejahatan Ekonomi Khusus (Wadireksus) Bareskrim Polri Kombes Pol. Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7) menjelaskan, total dana yang diterima ACT dari Boeing sekitar Rp138 miliar.
Dijelaskannya, dari dana Rp138 miliar itu, sekitar Rp103 miliar digunakan untuk program-program yang telah dibuat, sisanya Rp34 miliar digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
“Yang digunakan tidak sesuai peruntukannya adalah pengadaan armada truk kurang lebih Rp 2 miliar, untuk program big food bus Rp 2,8 miliar, kemudian pembangunan pondok pesantren peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar,” kata Helfie.
Alokasi lain yang tidak sesuai adalah untuk Koperasi Syariah 212, yaitu sekitar Rp. 10 miliar, untuk dana talangan CV CUN Rp. 3 miliar, dan Rp. 7,8 miliar untuk dana talangan PT MBGS, sehingga totalnya menjadi Rp. 34,6 miliar (mulai dari Rp 34.573.069.200). .
Selain alokasi kegiatan tersebut, kata Helfie, pengurus juga menyalahgunakan dana Boeing untuk gaji pengurus.
Helfie mengatakan, saat ini penyidik masih berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPAT) untuk menelusuri lebih lanjut aset dana yang disalahgunakan oleh manajemen.
Empat pengurus ACT yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni – Ahyudin pada saat melakukan tindak pidana, menjabat sebagai pendiri, ketua pengurus/presiden yayasan ACT periode 2005-2019, kemudian sebagai ketua pembina 2019- 2022. Tersangka kedua, Ibnu Khajar selaku Ketua Pengurus Yayasan ACT 2019 hingga saat ini. Hariyana Hermain selaku pembina yayasan ACT tahun 2019, kemudian sebagai anggota pembina 2020 hingga sekarang. Dan Novariadi Imam Akbari sebagai anggota pembina yayasan ACT periode 2019 – 2021, kemudian sebagai pelatih kepala periode Januari 2022 – saat ini.
Baca juga: MPR: Rapat Gabungan sepakat untuk membentuk panitia PPHN “ad hoc”
Baca juga: Sekjen MPR: Mahasiswa harus mempersiapkan diri menjadi calon pemimpin
Baca juga: Pimpinan MPR bertemu dengan Presiden mengatakan bahwa PPHN hadir tanpa amandemen UUD
Wartawan: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Redaksi Pandai 2022