Jakarta (Partaipandai.id) – Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani kasus dugaan korupsi penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektare dengan tersangka pendiri PT . Grup Duta Palma Surya Darmadi (SD).
“Pengungkapan kasus Duta Palma ini luar biasa, saya tidak membayangkan kasus korupsi seperti itu bisa diusut dan kasusnya berkembang,” kata Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen. , Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, modus dugaan korupsi aset negara yang dilakukan Duta Palma terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
Baca juga: Surya Darmadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Raja Thamsir Rachman
Habiburokhman mencontohkan di daerah Lampung ada perusahaan besar yang menggarap lahan namun kenyataan di lapangan tidak sesuai.
“Kasus Duta Palma adalah ‘banch mark’ dalam pemberantasan korupsi, kita bisa memulihkan banyak kerugian negara yang harus dimaksimalkan,” katanya.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa, meminta Kejaksaan menjelaskan secara detail kasus Duta Palma, misalnya bagaimana menghitung kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp. 78 triliun.
Hal ini, menurut dia, bisa menjadi pelajaran bagi Komisi III DPR RI dalam melakukan pengawasan di daerah, khususnya terkait alih fungsi hutan di Indonesia.
Baca juga: Kejaksaan Agung menyita aset Surya Darmadi di Bali
“Siapa tahu ada perusahaan lain yang belum tersentuh kejaksaan, kita berharap bisa terungkap di bawah pengawasannya,” ujarnya.
Dalam RDP, Jaksa Agung ST Burhanudin memaparkan perkembangan kasus dugaan korupsi yang menjerat pendiri PT. Duta Palma Group Surya Darmadi yang diduga merugikan negara Rp 78 triliun.
Menurut dia, modus operandi yang dilakukan adalah perambahan hutan lindung seluas 37.095 hektar di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, bersama Raja Thamsir Rachman selaku Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008.
Baca juga: Kejaksaan Agung menyatakan penyidikan Surya Darmadi dihentikan
“Penerbitan izin itu melanggar hukum karena tidak membentuk tim terpadu,” katanya.
Jaksa Agung menjelaskan kerugian negara sekitar Rp. 78 triliun dengan rincian nilai produksi buah sawit sebesar Rp. 9 triliun, hilangnya kawasan hutan secara ilegal dan tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 421 miliar, dan kerugian kerusakan lingkungan akibat hutan yang berubah menjadi areal kelapa sawit sebesar Rp. 69,1 triliun.
Dia mengatakan, jumlah dugaan kerugian keuangan dan ekonomi negara dalam kasus tersebut, berdasarkan perhitungan BPKP dan para ahli lainnya, kemungkinan akan lebih tinggi.
Wartawan: Imam Budilaksono
Redaktur: Herry Soebanto
Redaksi Pandai 2022