Memuat…
Kementerian Kesehatan menanggapi kebijakan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat yang tidak lagi menerapkan isolasi mandiri bagi orang yang terpapar Covid-19. Foto/Dok.Sindonews
“Untuk Indonesia sendiri, kita pastikan isolasi mandiri tetap dilakukan. Tindakan ini sangat penting dilakukan untuk mengurangi penularan virus di masyarakat,” kata Syahril saat konferensi pers virtual, Kamis (18/8/). 2022).
Syahril menegaskan, dengan memberlakukan isolasi mandiri pada mereka yang terpapar Covid-19 terbukti mengurangi potensi penularan virus Covid-19 di masyarakat.
Toh, lanjut Syahril, masyarakat Indonesia masih membutuhkan kebijakan ini karena kesadaran diri akan isolasi masih belum sebesar masyarakat di negara maju.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
“Di negara maju seperti AS atau Eropa misalnya, masyarakat di sana sudah memiliki kesadaran isolasi yang tinggi saat terpapar Covid-19, sehingga otomatis akan mengisolasi diri selama 5-10 hari jika dinyatakan positif Covid-19. ,” dia berkata. Syahril.
Baca juga: Kemenkes Bagikan Panduan Isolasi dan Karantina Mandiri di Rumah
Syahril sadar, sebagian masyarakat Indonesia telah melakukan hal itu. Tapi, tidak semua karena berbagai alasan. Oleh karena itu, kebijakan isolasi mandiri masih diperlukan di Indonesia.
“Banyak masyarakat Indonesia yang memiliki kesadaran isolasi diri yang tinggi, bukan isolasi terpusat ya,” tambah Syahril.
Perlu diketahui, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) baru-baru ini mengumumkan bahwa ada perubahan rekomendasi isolasi diri bagi orang yang terpapar Covid-19.
Rekomendasi terbaru CDC memperjelas bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 tidak perlu dikarantina atau diisolasi sendiri. Bahkan, aturan ini juga berlaku bagi mereka yang mengidap COVID-19 dan belum divaksinasi.
Alasan perubahan kebijakan tersebut setelah melihat perkembangan kasus Covid-19 di Tanah Air yang semakin terkendali. Penduduk AS juga telah menerima sejumlah besar vaksin untuk Covid-19.
(jam)