Memuat…
DPR RI diminta segera mengesahkan RKUHP karena memenuhi partisipasi yang berarti. Foto/SINDOnews
RKUHP merupakan salah satu RUU yang ditinggalkan DPR periode 2014-2019 yang beberapa hari terakhir dibatalkan. RUU ini sebenarnya akan disetujui DPR pada rapat paripurna 2019. Namun saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR menunda pengesahan RKUHP beserta 3 RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Minerba karena ditolak.
Sikap tersebut disampaikan Jokowi usai menerima pimpinan DPR, serta perwakilan fraksi dan komisi DPR di Istana Merdeka pada 23 September 2019. sesuai dengan keinginan masyarakat,” kata Jokowi.
Baca juga: Menkumham Akan Sosialisasikan 14 Pasal dalam RKUHP Yang Menjadi Polemik
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Benny Riyanto menyatakan, RKUHP baru ini penting untuk mengikuti pergeseran paradigma ajaran hukum pidana, yaitu dari paradigma keadilan retributif yaitu, balas dendam dengan hukuman badan, ke paradigma keadilan yang mencakup prinsip-prinsip keadilan korektif (bagi pelaku peradilan pidana). ), restoratif (untuk korban), dan rehabilitatif (untuk keduanya)
Baca juga: Kemenkumham Minta Masyarakat Pahami 14 Isu Krusial RKUHP
Mantan Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu mengatakan, penundaan pengesahan RUU KUHP pada 2019 terjadi karena protes terhadap kurangnya partisipasi masyarakat dan beberapa pasal kontroversial. Menanggapi protes masyarakat, Benny memastikan selama penyusunan RKUHP pemerintah telah banyak melakukan sosialisasi ke berbagai ibu kota provinsi melalui diskusi dan seminar. “Pembentukan RKUHP telah memenuhi asas partisipasi bermakna,” ujarnya.
Partisipasi yang bermakna mencakup tiga unsur, yaitu hak untuk didengar, hak untuk dijelaskan, dan hak untuk dipertimbangkan. Benny mengatakan, beberapa rumusan norma dalam RKUHP juga telah mengakomodir masukan dari masyarakat sipil. Contohnya adalah perumusan norma dalam pasal-pasal penodaan agama dan aborsi. Selain itu, RKUHP juga memuat norma-norma yang berkaitan dengan tindak pidana khas Indonesia, misalnya mengaku memiliki kekuatan gaib yang dapat merugikan orang lain.
RKUHP juga mengakomodir nilai-nilai budaya bangsa. Dalam RKUHP Pasal 477 misalnya, terdapat perluasan norma yang sejalan dengan nilai-nilai budaya bangsa, yaitu bahwa hubungan seksual dengan anak di bawah usia 18 tahun, bahkan dengan persetujuan, dikategorikan perkosaan. “Bahkan tindakan cabul tertentu dianggap pemerkosaan. Tapi yang terpenting dalam Rancangan KUHP adalah memasukkan norma-norma yang melindungi Pancasila,” katanya.
Alhasil, kata Benny, berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, substansi RKUHP sangat ideal sebagai landasan norma hukum pidana nasional. “Sehingga perlu segera disahkan, mengingat pada tahun 2022 anggota DPR tinggal dua kali sidang lagi,” ujarnya.