Daerah Yogyakarta itu istimewa tapi regulasinya tidak istimewa.
Yogyakarta (Partaipandai.id) – Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajad Sulistyo Widhyharto menilai munculnya kasus kerusuhan seperti di Babarsari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/7), karena pola pertumbuhan di provinsi ini sudah mirip. sebuah kota metropolitan.
“Daerah Yogyakarta itu istimewa tapi peraturannya tidak istimewa. Peraturannya seperti perkembangan kota Jakarta, Surabaya, dan lain-lain. Provinsi ini tidak tumbuh istimewa seperti rakyatnya, seperti keraton, jadi tumbuh seperti kota metropolitan ,” kata Derajad di Fakultas Ilmu dan Ilmu Sosial. Politik (Fisipol) UGM, Yogyakarta, Selasa (5/7).
Sebagai kota pelajar, menurut Derajad, Yogyakarta sebenarnya butuh ketenangan.
Menurutnya, yang perlu ditingkatkan adalah fasilitas kemahasiswaan, seperti penyediaan ruang kerja bersamabukan fasilitas yang bisa mengundang konflik.
“Tapi kalau nanti yang berkembang adalah karaoke, hotel, apartemen, tidak ada bedanya dengan Jakarta, Surabaya, dan lain-lain,” ujarnya.
Regulasi yang ada di Yogyakarta, kata dia, harus tercermin dari kondisi masyarakat, misalnya terkait jam belajar di Yogyakarta yang kini sudah tidak berlaku lagi.
Menurutnya, jam belajar ini seharusnya menjadi sesuatu yang istimewa. Namun, hal itu tidak lagi diikuti karena kota telah berkembang seperti kota metropolitan.
“Ke depan regulasi yang ada harus disesuaikan dengan konsep khusus Yogyakarta. Kalau yang khusus untuk mahasiswa adalah jam belajar, ini harus diperhatikan,” ujarnya.
Selain itu, kata Derajad, kegiatan ekonomi di Yogyakarta harus tumbuh secara inklusif sejalan dengan budaya di Yogyakarta yang telah menerima perbedaan etnis dan adat.
Perekonomian Yogyakarta yang belum inklusif, menurutnya, membuat pertumbuhan kota sedikit bermasalah karena tidak bertumpu pada budaya yang ada di masyarakat.
“Padahal, yang kita lihat, perekonomian di Yogyakarta seolah-olah merespon perkembangan kota-kota besar, padahal di kota-kota besar kehidupan ekonominya cenderung eksklusif,” ujarnya.
Munculnya tempat-tempat hiburan seperti tempat karaoke, menurut dia, harus diikuti dengan peraturan yang ditaati atau dijunjung tinggi sehingga jika terjadi konflik seseorang akan bertindak sebagai penengah.
“Bedanya dengan Bali misalnya. Di Bali ada pecalang atau polisi adat. Padahal tidak perlu begitu, setidaknya aparat pemerintah daerah harus memiliki cara berpikir yang inklusif. Ini masalahnya di Yogya, masyarakatnya. multikultural, inklusif tapi bisnisnya belum inklusif, harus diubah,” kata Derajad Sulistyo.
Sebelumnya, sejumlah ruko dan sepeda motor rusak akibat kerusuhan antarkelompok di kawasan Babarsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (4/7).
Polda DIY menduga kerusuhan tersebut merupakan buntut dari kericuhan antarkelompok yang terjadi di tempat karaoke di Babarsari.
Baca juga: Sultan HB X meminta polisi menindak tegas para perusuh di Babarsari
Baca juga: Polisi identifikasi pelaku bentrokan antarkelompok di Sorong
Wartawan: Luqman Hakim
Redaktur: D.Dj. Kliwantoro
Redaksi Pandai 2022