Kami di KPK sudah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu, bagaimana mereka bisa menjadi penyelenggara yang berintegritas baik di pusat maupun di daerah.
Jakarta (Partaipandai.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi berupaya menghadirkan ekosistem pemilu 2024 yang sehat.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya mendorong penyelenggara pemilu memiliki integritas. KPK telah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara di pusat dan daerah.
“Kami di KPK sudah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu, bagaimana agar mereka menjadi penyelenggara yang berintegritas baik di pusat maupun di daerah,” kata Alexander dalam Media Gathering Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 di sebuah hotel di Jakarta, Senin.
KPK juga menggelar pendidikan politik cerdas berintegritas bagi 20 partai politik (parpol) peserta pemilu. Hal ini dimaksudkan agar partai politik menjadi wahana untuk menghasilkan pemimpin yang memiliki nilai-nilai integritas.
Tidak hanya penyelenggara dan calon pemimpin saja yang membutuhkan integritas, lanjutnya, masyarakat sebagai pemilih juga harus memiliki integritas. Pasalnya, kondisi ini bisa membantu mengurangi tingginya biaya politik yang berpotensi memicu korupsi di masa depan.
“Percuma dua elemen berintegritas, tapi pemilihnya tidak berintegritas. Mereka tetap mau menerima uang dari caleg, sehingga biayanya membengkak,” jelasnya.
Alexander menyayangkan hanya dua unsur itu saja yang berintegritas, sementara masyarakat masih melakukan politik uang dengan menerima amplop berisi uang atau hadiah untuk memilih pemimpin.
Baca juga: Mahfud MD mengajak media untuk berkolaborasi mewujudkan Pemilu 2024 yang berintegritas
Baca juga: Bawaslu RI ingatkan KPU soal DPT Pemilu 2024 harus “jelas”
Menurutnya, tidak mudah mendorong masyarakat untuk menolak praktik semacam itu. Alexander mengatakan kejadian ini juga dibenarkan oleh mantan pejabat KPK yang kini menjabat Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim.
Dedie memberi tahu Alexander bahwa tidak ada satu pun anggota masyarakat yang akan datang untuk mendengar tentang program kampanyenya jika mereka tidak diberi uang. Meski begitu, lanjut Dedie, ia tak lantas menyerah.
Lebih lanjut, kata Alexander, kondisi tersebut masih harus dihadapi pada Pemilu 2024. Ia mengaku optimis menghadapi pemilu 2024, karena tuntutan undang-undang yang mewajibkan pemilihan umum diadakan setiap lima tahun sekali.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan pada dirinya sendiri bahwa pemilu itu asimetris. Pasalnya, tidak semua daerah siap melakukan pemilihan umum langsung.
Dia mencontohkan, Papua lebih cocok jika kepala daerahnya ditunjuk langsung. Pasalnya, KPK sudah mengetahui peta permasalahan di setiap daerah, mulai dari stunting, pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.
Dia mengatakan, pemerintah bisa menunjuk manajer yang baik dengan gaji Rp 250 juta per bulan. Kemudian dimonitor kinerjanya setiap tahun, jika tidak sesuai harapan bisa langsung diganti.
Berbeda halnya dengan sistem pemilu dimana pemimpin suatu daerah dapat diganti setiap lima tahun sekali. Namun, pemimpin masih bisa mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua, sehingga masa jabatannya menjadi 10 tahun.
“Pilkada untuk menggantinya butuh 5 tahun, syaratnya 5 tahun, 10 tahun setelah tidak ada prestasi, rakyat semakin miskin. Kita lihat di banyak daerah kondisinya tidak banyak berubah. Apakah kita akan mendesain seperti ini? Kalau kita setuju, mari kita ubah. “Kita fokus pada masalah mengalahkan serangan subuh,” kata Alexander.
Baca juga: KPK: Biaya politik yang tinggi memicu korupsi
Baca juga: KPU menyebut pemilih untuk pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial
Reporter: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Indra Gutom
HAK CIPTA © Partaipandai.id 2023