Pengawasan penting dilakukan, agar ketidakpastian berupa penutupan pemukiman kembali di masa mendatang dapat dihindari.
Jakarta (Partaipandai.id) – Staf Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Fadjar Dwi Wisnuwardhani mengingatkan relokasi Tenaga Kerja Indonesia (PMI) di Malaysia perlu diawasi secara ketat, sehingga tetap berdasarkan komitmen Nota Kesepahaman. of Understanding (MoU) antara kedua negara yang ditandatangani pada 1 April dan 28 Juli 2022.
“Pengawasan penting dilakukan, agar ketidakpastian berupa penutupan pemukiman kembali di masa mendatang dapat dihindari,” kata Fadjar dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menandatangani Pernyataan Bersama (Pernyataan Bersama) terkait implementasi Memorandum of Understanding (MoU) tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Sektor Domestik di Malaysia.
Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Indonesia Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Dato’ Sri M Saravanan Murugan pada Kamis (28/7) usai pertemuan Joint Working Group (JWG) ke-1.
Penandatanganan tersebut menegaskan kembali kesepakatan antara kedua negara untuk membuka rekrutmen dan penempatan PMI di Malaysia mulai 1 Agustus 2022.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Fadjar menekankan pentingnya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) untuk memantau secara ketat pelaksanaan MoU tersebut.
“KSP juga mendorong agar keputusan pembukaan penempatan ini dikomunikasikan ke berbagai pihak di tanah air, baik kepada pihak pemerintah maupun non pemerintah, khususnya kepada calon PMI yang akan berangkat ke Malaysia,” ujarnya lagi.
Baca juga: KSP dorong penyelesaian penempatan PMI di Malaysia
Baca juga: RI-Malaysia sepakat untuk membuka kembali penempatan PMI pada Agustus 2022
Fadjar mengatakan MoU tersebut juga memuat beberapa poin penting lainnya, seperti kesepakatan penggunaan One Channel System (OCS) atau One Channel Placement System (SPSK) sebagai satu-satunya sistem rekrutmen PMI di Malaysia, mengintegrasikan OCS dengan rekrutmen yang ada. sistem dengan masa persiapan 10 tahun. tiga minggu, pelibatan berbagai lembaga, kementerian, dan lembaga terkait dalam pelaksanaan OCS, serta pelarangan rekrutmen PMI di luar sistem dan mekanisme OCS.
Selain itu, kata Fadjar, Pemerintah Indonesia dan Malaysia juga berkomitmen melakukan kerja sama bilateral untuk memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Dalam kaitan ini, KSP mendorong Kementerian Luar Negeri untuk mempercepat MoU khusus pencegahan TPPO khususnya PMI dengan pihak Malaysia untuk meningkatkan perlindungan,” kata Fadjar.
Dalam kesempatan itu, Fadjar juga meminta BP2MI untuk mempercepat proses pelayanan, edukasi, dan sosialisasi Peraturan BP2MI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Proses Sebelum Bekerja di CPMI.
Sebelumnya, sejak 13 Juli 2022, Pemerintah Indonesia menghentikan sementara penempatan PMI di Malaysia, karena Malaysia melanggar MoU Penempatan dan Perlindungan PMI di Sektor Domestik Malaysia yang disepakati dan ditandatangani pada 1 April 2022.
MoU tersebut memuat ketentuan bahwa penempatan PMI hanya dilakukan melalui Sistem Penempatan Satu Saluran (SPSK) atau Sistem Satu Saluran. Namun, setelah penandatanganan MoU, ternyata Malaysia masih menggunakan sistem di luar SPSK, yaitu Online Maid System (SMO).
Sistem tersebut menempatkan pekerja migran secara langsung dengan mengubah visa kunjungan menjadi visa kerja, termasuk untuk pekerja asal Indonesia.
Baca juga: RI-Malaysia menandatangani pernyataan bersama terkait penempatan PMI
Baca juga: Mulai 1 Agustus, Indonesia akan membuka kembali pengiriman PMI ke Malaysia
Reporter: Indra Arief Pribadi
Redaktur: Budisantoso Budiman
Redaksi Pandai 2022