Jakarta (Partaipandai.id) – Sejak digagas pada 2016, kata Kepala Biro Statistik Pidana dan Teknologi Informasi Kejaksaan Agung, Didik Farkhan Alisyahdi, Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) terus berkembang dari waktu ke waktu. waktu.
Pada 21 Juni 2022, perkembangan terakhir SPPT-TI disepakati oleh sebelas instansi melalui penandatanganan nota kesepahaman di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Kesebelas instansi tersebut terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Mahkamah Agung (MA) RI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, dan Kementerian Perencanaan. Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI.
Selanjutnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Presiden Kantor Staf (KSP).
Menurut Ketua Mahkamah Agung RI Syarifuddin, SPPT-TI merupakan sistem yang digagas untuk memberikan pelayanan hukum yang cepat dan berkualitas kepada para pencari keadilan di tanah air. Ia juga menilai SPPT-TI diperlukan karena pada kenyataannya pelayanan hukum dalam proses peradilan tidak hanya ditentukan oleh hasil akhir putusan pengadilan, tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah kesempatan bagi pencari keadilan untuk mendapatkan pelayanan yang cepat di setiap tahapan yang mereka jalani. pergi melalui.
Sementara itu, dalam pandangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD, SPPT-TI merupakan upaya dari seluruh aparat penegak hukum untuk mewujudkan kehadiran negara dalam melaksanakan penegakan hukum secara komprehensif. reformasi sistem yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Hal ini dicapai melalui peningkatan kualitas penanganan perkara hukum yang dibantu oleh teknologi informasi.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Dukungan teknologi informasi dalam sistem peradilan pidana yang terintegrasi akan memberikan penanganan perkara yang lebih cepat, akurat, akuntabel, dan transparan. Pada akhirnya, menurut Mahfud, SPPT-TI akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum dengan memberikan kepastian penegakan hukum bagi masyarakat yang mencari keadilan dengan mengedepankan prinsip keterbukaan.
Baca juga: Ketua Mahkamah Agung: Transparansi adalah kunci untuk menangani mafia hukum
Cara kerja SPPT-TI
Secara umum SPPT-TI dapat dipahami sebagai suatu sistem yang dihadirkan untuk mempercepat penanganan perkara dengan mengubah administrasi yang selama ini dilakukan secara konvensional menjadi elektronik. Dengan demikian, penanganan perkara pidana dapat berlangsung lebih efektif, efisien, akuntabel, dan transparan.
Sejak tahun 2020, SPPT-TI menjadi salah satu program prioritas nasional berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
SPPT-TI bertukar data dan mengirimkan dokumen atau berkas dengan tanda tangan elektronik bersertifikat untuk mempercepat penanganan perkara, termasuk pengajuan izin atau persetujuan penyitaan dan denda.
SPPT-TI dengan jaringan Pusat Pertukaran Data (Puskarda) di dalamnya akan menghubungkan semua aplikasi penanganan perkara yang dimiliki oleh masing-masing instansi penegak hukum yaitu Polri dengan Electronic Investigation Management (EMP), Kejaksaan Agung dengan Case Management System ( CSM), dan Mahkamah Agung. dengan Sistem Informasi Pengadilan (SIP). Selanjutnya, Ditjen Pemasyarakatan dengan Sistem Basis Data Pemasyarakatan (SDP), BNN dengan Administrasi Penyidikan Elektronik (e-Mindik), dan KPK dengan Sistem Penanganan Perkara Terpadu (Sinergi).
Integrasi data difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, BSSN RI, dan Kantor Staf Presiden.
Secara sederhana, Didik Farkhan mengatakan pola penggunaan SPPT-TI dimulai dari aparat penegak hukum yang melakukan administrasi penanganan perkara melalui aplikasinya masing-masing. Kemudian dengan adanya SPPT-TI, data dan dokumen atau berkas elektronik akan otomatis terkirim ke aplikasi di instansi penegak hukum tujuan yang akan melanjutkan penindakan kasus.
Alur penggunaan aplikasi untuk masing-masing instansi tersebut antara lain Polri yang menggunakan EMP untuk membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Kemudian, Kejaksaan menerima surat tersebut melalui CMS dan mengirimkan surat pemberitahuan hasil penyidikan secara lengkap (P-21) kepada Polri yang akan diterima melalui EMP.
Selanjutnya Kejaksaan melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan dan ditindaklanjuti oleh pengadilan dengan mengirimkan salinan putusan ke Kejaksaan. Setelah menerima salinan putusan, Kejaksaan mengirimkan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan kepada Direktorat Jenderal Informasi dan Teknologi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ditjenpas kemudian mengirimkan surat pemberitahuan berakhirnya masa penahanan (SPHMP) kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan pengadilan. Sedangkan bagi pencari keadilan, seperti dikatakan Mahfud MD, dapat mengakses semua informasi perkembangan penanganan perkara di website. dasbor SPPT-TI.
Semua data dan dokumen atau file dijamin aman karena SPPT-TI memanfaatkan jaringan Intra-Government Secured Networt (IGSN) yang disediakan dan dikelola oleh KSP. Selain memberikan penanganan kasus yang cepat dan transparan, manfaat lain dari SPPT-TI adalah dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang belum terselesaikan.
Sejauh ini, SPPT-TI telah dilaksanakan di 212 wilayah di tingkat kota, provinsi, dan pusat yang meliputi Polres, Polda, dan Bareskrim Mabes Polri; Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Agung; Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung; Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan; BNN Kabupaten, BNN Provinsi, BNN Nasional; dan KPK.
Sistem ini mencakup penanganan perkara pidana umum, tindak pidana anak, korupsi, dan penyalahgunaan narkotika.
Baca juga: Indonesia Hadapi Tantangan Transparansi Penegakan Hukum
Kemajuan dalam implementasi SPPT-TI
Lebih lanjut Mahfud memaparkan sejumlah capaian dalam pelaksanaan SPPT-TI dari waktu ke waktu. Saat ini pertukaran dan pemanfaatan data penanganan kasus secara terintegrasi telah dilakukan, dan wilayah implementasinya terus berkembang.
Kedua, fasilitas teknologi informasi yang dihadirkan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendukung pertukaran data juga telah dikembangkan dan akan terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada. Ketiga, pengamanan fasilitas teknologi dan komunikasi data di SPPT-TI juga sudah dilakukan dengan baik.
Selanjutnya koordinasi instansi-instansi yang sepakat untuk menyusun dan melaksanakan SPPT-TI telah efektif dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tentang pembentukan kelompok kerja pengembangan dan pelaksanaan SPPT-TI. TI yang terdiri dari seluruh kementerian/lembaga terkait.
Adapun pertukaran data yang telah dilakukan, terjadi peningkatan jumlah data yang signifikan antara tahun 2020 hingga tahun 2021. Pada tahun 2020, SPPT-TI Puskarda telah menerima 826.337 data dari aparat penegak hukum dengan persentase fresh data mencapai 31 persen. Kemudian pada tahun 2021, data akan meningkat menjadi 1.800.166 dengan persentase data baru 37 persen.
Selain sejumlah kemajuan yang telah diuraikan di atas, pengembangan dan pelaksanaan SPPT-TI ternyata bukan tanpa berbagai kendala. Pertama, belum adanya keseragaman pemahaman dan teknis pelaksanaan protokol pertukaran data dalam mengembangkan aplikasi pertukaran data bagi lembaga penegak hukum. Selanjutnya, kepatuhan operasional aplikasi administrasi penanganan perkara sebagai perangkat kerja penanganan perkara di masing-masing lembaga penegak hukum masih bervariasi.
Meski begitu, instansi yang telah sepakat untuk mengembangkan dan melaksanakan SPPT-TI akan melakukan sejumlah langkah tindak lanjut untuk mengatasi kendala tersebut. Mereka berkomitmen untuk meningkatkan kelancaran pertukaran data dan mengoptimalkan pencapaian target. Selain itu, penerapan tanda tangan elektronik bersertifikat juga akan ditingkatkan.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui SPPT TI, aparat penegak hukum di tanah air sepakat bahwa penanganan kasus dari hulu hingga hilir akan terdata dengan baik dan cepat melalui bantuan teknologi informasi. Kemudian, semua informasi penanganan kasus tersebut disampaikan secara transparan kepada masyarakat pencari keadilan.
Baca juga: Menkumham menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara
Editor: Joko Susilo
Redaksi Pandai 2022