Denpasar (Partaipandai.id) – Bupati Tabanan periode 2016–2021, Eka Wiryastuti, saat membacakan pembelaannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Selasa, meyakini dirinya tidak terlibat dalam kasus suap Tabanan. Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tahun Anggaran 2018.
Ia mengatakan tidak pernah memerintahkan mantan staf, khususnya I Dewa Nyoman Wiratmaja, untuk menghubungi dua mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan meminta tambahan alokasi DID Tabanan untuk Tahun Anggaran 2018.
“Tidak ada satu pun saksi yang menyatakan saya memerintahkan I Dewa Nyoman Wiratmaja untuk meminta uang kepada rekanan/kontraktor, dan memberikan uang kepada Yaya Purnomo dan Rifa Surya untuk pengelolaan DID,” kata Eka di persidangan.
Dewa Wiratmaja saat ini menjadi terdakwa dalam kasus suap penyelenggaraan DID Tabanan. Menurut dakwaan dan tuntutan jaksa KPK dalam persidangan sebelumnya, Dewa adalah perantara Eka untuk menyuap Yaya Purnomo dan Rifa Surya yang saat itu menjabat sebagai pejabat di Kementerian Keuangan.
Baca juga: Mantan Staf Bupati Tabanan Bantah Suap Pengelolaan DID
Saat itu, Yaya menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Permukiman Kementerian Keuangan, sedangkan Rifa Surya menjabat sebagai Kepala Seksi Dana Alokasi Fisik Khusus II Kementerian Keuangan.
[ruby_related heading=”More Read” total=5 layout=1 offset=5]
Eka dalam persidangan menegaskan, meski Dewa saat itu adalah staf khusus, ia bukan wakil bupati atau Eka secara pribadi.
Dia mengatakan, Dewa hanya staf yang memberikan masukan kepada bupati terkait masalah ekonomi dan pajak. Namun, dalam beberapa kasus, Dewa juga membantu Eka mengurusi urusan pribadinya, termasuk urusan perceraian di Jakarta.
Baca juga: Jaksa KPK menuntut mantan Bupati Tabanan empat tahun penjara
“Yang jelas saya tidak pernah memperkenalkan yang bersangkutan sebagai wakil saya sebagai Bupati Tabanan,” kata Eka Wiryastuti.
Dalam nota pembelaannya, ia menyatakan bahwa tuduhan suap yang diajukan jaksa dalam dakwaannya terkait pengelolaan DID tidak berdasar karena alokasi DID diatur berdasarkan pencapaian kinerja pemerintah daerah.
“Sepengetahuan saya, DID murni berdasarkan capaian kinerja Tabanan. Dan pada tahun 2016, Tabanan mendapatkan reward (penghargaan) atas pencapaian kinerja dan perencanaan terbaik yaitu Pangripta Nusantara (Perencanaan Terbaik di Nusantara),” ujar mantan Bupati Tabanan itu.
Sementara itu, Tim Penasehat Hukum Eka dalam nota pembelaannya menyatakan bahwa semua dakwaan jaksa tidak terbukti karena menurut mereka tidak ada istilah perwakilan atau perwakilan dalam hukum pidana.
Baca juga: Mantan pejabat BPK bantah terima Rp 500 juta terkait suap DID Tabanan
“Faktanya di persidangan tidak ada satu pun saksi yang menjelaskan peran Bu Eka dalam memerintahkan apalagi menyuap (dua mantan pejabat Kementerian Keuangan),” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum Eka, I Gede Wija Kusuma saat ditemui setelah sidang.
Karena itu, tim penasihat hukum meminta majelis hakim membebaskan Eka dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa.
Eka pun menyampaikan permintaan tersebut secara langsung.
“Kepada majelis hakim yang terhormat, saya ingin menyampaikan bahwa saya murni mengabdi dan berusaha yang terbaik untuk daerah,” kata mantan Bupati Tabanan yang terdengar menahan air mata saat membacakan pledoannya.
JPU pada sidang sebelumnya menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada Eka dan denda Rp. 110 juta atau menggantikannya dengan 3 bulan penjara. JPU juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Eka selama 5 tahun.
Dalam dakwaannya, JPU menilai Eka bersalah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana suap terhadap dua mantan pejabat Kementerian Keuangan dalam rangka pengelolaan alokasi DID Tabanan Tahun Anggaran 2018. Total nilai suap adalah Rp600 juta dan US$55.300 atau sekitar Rp1,4 miliar.
Reporter: Genta Tenri Mawangi
Redaktur: Herry Soebanto
Redaksi Pandai 2022