Menyelesaikan kasus Sambo-Teddy demi menjaga rejeki Polri

Kapolri memilih penegakan hukum tanpa pandang bulu agar institusi penegak hukum tetap murah

Bondowoso (Partaipandai.id) – Hanya dalam waktu tiga bulan, Mabes Polri berhasil mengungkap keterlibatan dua petinggi berpangkat inspektur jenderal dalam kasus kejahatan berat: pembunuhan dan narkoba.

Pertama, kasus Ferdy Sambo sehubungan dengan pembunuhan Brigadir Polisi Nofriyansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J. Kasus ini menggemparkan publik karena ada upaya untuk memutarbalikkan fakta yang diduga dirancang oleh Inspektur Jenderal Polisi. Ferdy Sambosaat itu di kantor Kepala Divisi Propam POLISI. Kasus Sambo kemudian juga menyeret sejumlah jenderal lainnya dengan satu bintang dan sejumlah perwira menengah dan pertama.

Berita awal bahwa kematian Brigadir J terlibat dalam baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer, akhirnya terungkap fakta sebenarnya. Kapolri pada 9 Agustus 2022 mengumumkan bahwa penyidik Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam pembunuhan ajudan Kepala Divisi Propam itu.

Kasus Pengadilan Umum belum selesai Sambo, media massa dan media sosial dihebohkan dengan kabar penangkapan seorang jenderal polisi bintang dua karena terlibat peredaran narkoba. Kabar ini bertepatan dengan pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan aparat kepolisian mulai Kapolres ke atas di Istana Negara Jakarta untuk briefing pada 14 Oktober 2022.

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membenarkan kabar penangkapan Irjen Pol. Teddy Minahasa oleh tim Propam Mabes Polri. Kapolri kemudian menempatkan Teddy Minahasa, Kapolda Sumbar yang telah mendapat SK pindah ke Kapolda Jatim, dalam penempatan khusus untuk keperluan pemeriksaan dan penyidikan.

Menangkap perwira tinggi, apalagi lebih dari satu orang, bukanlah perkara mudah bagi seorang pimpinan polisi. Tentu dibutuhkan keberanian dan tekad seorang Kapolri untuk menahan bawahan dan rekannya.

Penangkapan tersebut setidaknya akan memunculkan dua persepsi terhadap institusi Polri. Pertama, Pemimpin Polri yang profesional dan taat hukum sehingga penuntutan tidak selektif. Bahkan seorang jenderal tidak akan kebal hukum jika terbukti melanggar hukum.

Kedua, dapat dirasakan bahwa institusi Polri memang merupakan “gudang” pelanggaran, sehingga bahkan pejabat setingkat umum pun ditangkap.

Tulisan ini akan memilih persepsi pertama karena memiliki dasar faktual, bukan sekedar persepsi atau spekulasi.

Artinya, sangat mungkin jika Kapolri tidak mengungkap kebenaran kasus tersebut Sambo dan Teddy Minahasa, dengan tujuan menjaga citra institusi di mata publik. Namun, untuk kasus Sambo tampaknya sulit bagi pimpinan polisi untuk menutupinya karena sudah menjadi perhatian publik. Apalagi ada keluarga korban, Brigadir J yang melakukan berbagai upaya mengungkap kasus sesuai fakta.

Untuk kasus Teddy Minahasa, bisa jadi Jenderal Listyo Sigit melindungi rekannya dengan menutup kasus. Apalagi, pada hari yang sama petugas kepolisian mendapat arahan langsung dari Presiden Jokowi.

Namun, Kapolri memilih untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu demi melindungi murah lembaga penegak hukum tersebut. Meskipun Teddy Minahasa terpilih mendapatkan kenaikan pangkat dari Kapolda Sumbar menjadi Kapolda Jatim, Gen Listyo Sigit memilih untuk membatalkan keputusannya.

Dua kasus besar yang melibatkan jenderal bintang dua sudah dimulai. Tidak ada jalan lain bagi Polri selain menuntaskannya demi penegakan hukum. Juga untuk memperbaiki citra Polri yang sempat terpuruk pasca kasus Sambo, tragedi Kanjuruhan, dan kasus Teddy.

Demi mendapatkan pemimpin di level polda bersih, Kapolri memilih jenderal lain untuk memimpin Polda Jatim, yakni Irjen Pol. Tony Hermanto. Keputusan Kapolri tersebut tentunya menjadi angin segar dan tidak akan melukai hati para anggota Polri yang selama ini bekerja ikhlas.

Tidak sedikit anggota Polri yang bekerja di luar tugas pokoknya. Karena panggilan hati nurani, banyak polisi yang menyisihkan gajinya untuk kegiatan sosial, seperti mendirikan sekolah gratis atau membantu orang miskin untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka bukanlah perwira yang dengan aktivitas sosialnya dapat dipromosikan ke posisi penting di institusi Polri. Mereka melakukan itu jauh dari motif rendah, seperti memperkaya diri sendiri atau menargetkan posisi tertentu.

Kepemimpinan Umum Listyo Sigit Di Polri, tidak mudah menangani kasus yang melibatkan pejabat tinggi yang seharusnya menjadi panutan bagi anggota Polri lainnya.

Menyeret para jenderal untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan kemungkinan dipecat sebagai anggota Polri, bukanlah pilihan yang mudah. Untuk mendapatkan peringkat tinggi, menjadi bintang di pundak, membutuhkan perjuangan dan pengalaman yang panjang.

Para jenderal tentunya juga dipersiapkan untuk menduduki jabatan penting dan menjadi pemimpin tertinggi di korps Bhayangkara. Artinya, tidak mudah bagi negara untuk mendidik para perwira tersebut agar memiliki kualifikasi sebagai pemimpin. Belum lagi jika dihitung dengan biaya pendidikan saat mereka kuliah di Akademi Kepolisian.

Setiap perjuangan untuk kebaikan seringkali harus dikorbankan, termasuk Polri yang harus “mengorbankan” sejumlah perwira tinggi yang berpeluang menjadi “duri” di institusi Polri.

Terlebih lagi, stok jenderal untuk menempati posisi di level yang sama kapolda juga tidak sedikit. Ini bagian dari upaya membuktikan keyakinan masyarakat bahwa di antara polisi yang bermain hukum, masih banyak polisi yang bersih.

Peran pemimpin negara

Mengungkapkan Sejumlah petinggi yang terlibat dalam kasus pidana ini tak lepas dari peran para pemimpin negara, dalam kasus Presiden Jokowi, termasuk pejabat di bawahnya yang bertanggung jawab membina institusi Polri, seperti Menko RI. Indonesia. Polhukam yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional.

Dalam pengarahan kepada anggota Polri di istana, Jokowi mengingatkan polisi untuk benar-benar bekerja sesuai hukum dan menjauhi gaya hidup hedonis yang kerap ditonjolkan masyarakat.

Selain disampaikan secara terbuka kepada petugas, Presiden juga harus menyampaikan peringatan yang sama kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Artinya, keberanian Listyo Sigit melakukan tindakan terhadap anggotanya, meskipun berpangkat jenderal, tidak lepas dari peran Kepala Negara.

Untuk menjaga semangat Kapolri dan para pemimpin negara ini dalam menjaga wajah dan martabat polisi, diperlukan pengawasan yang terus menerus dari semua pihak, termasuk masyarakat dan perwakilan rakyat di DPR agar tidak segan-segan melapor. melalui berbagai jalur jika mereka menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh polisi.

Kemajuan teknologi informasi juga menjadi alat pendukung yang efektif untuk mengontrol perilaku polisi di lapangan. Banyaknya kamera tersembunyi di berbagai lokasi dan maraknya media sosial juga menjadi pagar bagi polisi untuk tidak bertindak seenaknya.

Seleksi alam akan menang. Ke depan, hanya polisi yang berintegritas yang akan bertahan, termasuk mereka yang harus mengisi posisi-posisi strategis.

Editor: Achmad Zaenal M

Redaksi Pandai 2022

Sumber

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *