Direktur Eksekutif Akurate Research and Consulting (ARC) Indonesia Baihaki Siraj mengatakan, meski pada akhirnya PDI Perjungan tanpa koalisi dengan partai lain tetap berpeluang mengalahkan MA.
SURABAYA, Partaipandai.id – Selain calon independen yang saat ini sedang menjalani verifikasi faktual, praktis ada dua kutub besar yang akan bertarung head to head. Kutub pertama adalah PDI-P yang merupakan pemenang pilkada di kota Surabaya. Kutub kedua adalah koalisi 8 partai politik.
Koalisi 8 parpol ini mengusung mantan Kapolda Jatim Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin (MA) sebagai calon walikota. Dengan dukungan mayoritas parpol, Mahkamah Agung dapat segera menggerakkan mesin politik dalam struktur kepartaian. Ditambah dukungan kelompok relawan yang menjadi pendukung mayoritas Jokowi di Pilpres 2019, MA menjadi kekuatan dominan.
Direktur Eksekutif Akurate Research and Consulting (ARC) Indonesia Baihaki Siraj mengatakan, meski pada akhirnya PDI Perjungan tanpa koalisi dengan partai lain tetap berpeluang mengalahkan MA. Partai Soekarno memiliki modal partai yang kokoh. Jika ditambahkan strategi politik yang tepat, maka kemenangan bisa diraih.
“Sinyalnya Mas Whisnu yang akan diusung PDIP. Saya kira ini benar, karena dia pernah memimpin DPC PDIP Kota Surabaya sehingga bisa memantapkan kader struktural hingga ke akar rumput. Kalau memilih wakil perempuan dan keterwakilan NU, Ini akan sangat membantu dalam perolehan suara,” jelas Baihaki Siraj, Kamis (9/7).
Menurut Baehaki, hal ini bukan tanpa alasan. Jika melihat jumlah pemilih perempuan pada pemilihan legislatif dan presiden 2019, sangat besar. Berdasarkan DPT Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019 di Kota Surabaya tercatat sebanyak 2.034.889 pemilih. Dengan rincian 995.005 pemilih laki-laki dan 1.039.884 pemilih perempuan.
“Jika disajikan secara persentase, 49% pemilih laki-laki dan 51% pemilih perempuan,” jelasnya.
Artinya, potensi jumlah pemilih perempuan sangat besar. Apalagi biasanya pemilih perempuan tipe ini akan lebih mudah menerima calon yang sesama perempuan dan loyal.
“Apalagi misalnya di Pilkada Surabaya hanya ada satu calon perempuan, itu potensi dia untuk dipilih oleh sesama pemilih perempuan,” kata Baihaki.
Paling tidak, kata Baihaki, caleg perempuan mencari dukungan dari pemilih perempuan di atas 50% pemilih perempuan lebih mudah dan realistis.
“Kalau baca itu ya, karakter wanita paling ideal itu berpasangan dengan Whisnu,” tambahnya.
Saat disinggung sosok perempuan yang pantas menemani Whisnu. Baihaki mengungkapkan, jika melihat pergerakan tokoh perempuan dalam Pilwali Surabaya, banyak sekali. Diantaranya Lia Istifhama atau Ning Lia (Fatayat NU), Siti Anggraenie Hapsari atau yang sering disapa SAH, Dyah Katarina (istri Bambang DH), dan Dwi Astutik (Muslimat NU Jawa Timur).
Mengenai peluangnya, jelas SAH dari Partai Demokrat, bahkan terdaftar sebagai calon dari Partai Demokrat. Sementara Demokrat mendukung Machfud Arifin, sulit untuk berpasangan dengan Whisnu. Kalau Dyah Katarina, dia sesama kader PDIP, jadi dari basis massa yang sama.
Kemudian, Dwi Astutik, pengurus Muslimat NU Jatim dan calon PPP di Pileg terakhir. Namun untuk kota Surabaya pergerakannya masih kurang terlihat. “Nah, Ning Lia dalam analisis kami lebih ideal. Dia adalah kader Fatayat NU, Ketua HKTI Jawa Timur dan milenial. Beberapa survei kami juga populer dan memiliki elektabilitas yang baik. Bahkan sekarang para relawan terus bergerak, membuatnya lebih kemungkinan besar akan mendulang suara. Jadi kalau Whisnu-Lia berduet, ini idealnya,” pungkas Baihaki. (mdr/ns)