Lia Istifhama menjawab bahwa namanya yang dicalonkan oleh deklarator Barikade Gus Dur layak L2 dari PDI-P, merupakan pengakuan terhadap seorang tokoh aktivis NU yang merupakan loyalis Gus Dur.
SURABAYA, Partaipandai.id – Saat ini publik sedang menunggu siapa yang akan direkomendasikan DPP PDIP untuk maju di Pilkada Surabaya 2020. Nama Whisnu Sakti Buana (WS) dan Eri Cahyadi masih menjadi nominasi penerus Tri Rismaharini.
Siapapun yang direkomendasikan DPP PDIP sebagai L1, menurut Wakil Ketua Barikade Gus Dur, Sudarsono Rahman, harus berpasangan dengan kader NU. Ini adalah representasi dari dua kekuatan besar di Surabaya, Nasionalis dan Religius. Adapun L2 yang mendampingi calon dari PDI-P, pria yang akrab disapa Cak Dar itu menyebut nama Lia Istifhama, putri mendiang KH. Masykur Hasyim.
Sementara Lia Istifhama memberikan tanggapan bahwa nama yang dicalonkan deklarator Barikade Gus Dur layak menjadi L2 dari PDI-P. Ia mengapresiasi hal tersebut sebagai pengakuan dari seorang tokoh aktivis NU yang merupakan loyalis Gus Dur.
“Bagi saya, Cak Dar (Sudarsono) adalah sosok yang patut dicontoh. Bukan hanya menurut saya, tapi menurut saya aktivis muda. Apalagi yang dari Nahdliyyin, akan berpikiran sama. Jadi ini pemikiran yang keren. Kalau dia kemudian menyebut saya di konteks Pilkada Surabaya, Ini suatu kehormatan besar,” kata perempuan yang akrab disapa Ning Lia, Senin (20/7).
Lia mengaku sebenarnya tidak banyak berinteraksi dengan mantan ketua DPD Partai NasDem Kota Surabaya itu. Bahkan, bisa disebut sangat jarang berkomunikasi. Terakhir kali dia berkomunikasi adalah saat pemilihan gubernur Jawa Timur 2018. Lia melihat Cak Dar sangat all out dan benar-benar bergerilya memenangkan pasangan Bu Khofifah dan Mas Emil.
Usai pemilihan gubernur, Lia mengaku hubungannya dengan Cak Dar hanya sebatas media sosial. Ia mengaku sering melihat Facebook Cak Dar. Lia sering mengamati dan mengikuti, banyak postingan Cak Dar yang menarik untuk dia pahami. “Saya sangat bersyukur karena saya yakin apa yang dia katakan murni dari objektivitas ke fakta, bukan subjektif. Apalagi tidak ada alasan yang jelas jika dia ingin meneriakinya. Bahkan, saya dan aktivis lain harus berbicara dengannya, alias meguru,” kata Ketua Wanita Tani HKTI Jatim itu. (mdr/ns)