Jakarta (Partaipandai.id) – Koordinator Nasional Forum Solidaritas Kemanusiaan Sudirman Said mengatakan dengan belajar dari kasus filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), yang harus diberantas adalah orangnya, bukan institusi sosialnya.
“Kalau ada tikus jangan bakar lumbungnya,” kata Koordinator Nasional Forum Solidaritas Kemanusiaan Sudirman Said dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
Sebab, masyarakat membutuhkan lembaga-lembaga sosial semacam itu dengan catatan harus kredibel. Apalagi diyakini indeks kedermawanan masyarakat Indonesia akan terus meningkat dan terjaga meski ada kasus yang terjadi di salah satu filantropi di tanah air.
Pasalnya, secara alami Indonesia diyakini lebih sejahtera karena dampak pembangunan. Tidak hanya individu tetapi juga korporasi sehingga kepedulian terhadap sesama semakin meningkat.
Baca juga: Filantropi Indonesia mengingatkan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat
Kedua, mantan Menteri ESDM ini meyakini bahwa lembaga sosial adalah sumber kader pemimpin yang sesungguhnya. Dalam dunia pemerintahan, setiap individu membutuhkan kekuatan dan otoritas tetapi tidak harus memiliki kualitas kepemimpinan yang benar.
Sedangkan dalam lembaga sosial kader sejati dapat dibentuk dengan syarat seseorang memiliki keahlian atau kemampuan menggerakkan banyak orang.
Oleh karena itu, dia menilai pemerintah tidak perlu berpikir untuk menutup lembaga-lembaga sosial meskipun lembaga-lembaga tersebut sedang bermasalah.
Sekjen Palang Merah Indonesia (PMI) pun sepakat dengan keberadaan filantropi sebagai pilar demokrasi. Artinya filantropi dapat menjadi penyeimbang antara korporasi dan pemerintah.
Selain itu, keberadaan lembaga sosial atau filantropi yang cepat dan tanggap dalam menangani bencana alam merupakan salah satu hal yang tidak dimiliki oleh pemerintah.
“Bahkan bisa dikatakan yang pertama tiba di lokasi bencana adalah para relawan,” ujarnya.
Oleh karena itu, membubarkan, mencabut izin, atau menutup lembaga sosial seperti filantropi bukanlah langkah yang tepat. Karena yang perlu dipertahankan adalah institusinya, bukan sebaliknya.
“Di lembaga mana pun pasti lebih banyak orang baik daripada orang jahat,” katanya.
Baca juga: Pakar hukum menilai keberadaan filantropi esensial bagi demokrasi
Baca juga: Ahli: Revisi UU Penagihan Uang atau Barang untuk mencegah penipuan
Wartawan: Muhammad Zulfikar
Editor: Tasrief Tarmizi
Redaksi Pandai 2022